Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali dengan menjadikan sumpah perjanjianmu sebagai alat penipu diantaramu.
(QS: An-Nahl: 92)
BERTUAHPOS.COM – Hari-hari terus berlalu. Matahari selalu terbit pagi dan terbenam pada sore harinya. Setiap waktu itu pula Raithah selalu menengadahkan pendengarannya ke pintu dan berharap setiap langkah kaki yang didengarnya adalah lelaki yang akan melamarnya sebagaimana yang telah dijanjikan oleh dukun wanita dari Thaif itu.
Namun harapan hanya tinggal harapan. Tiada satupun lelaki yang datang untuk melamarnya menjadi ratu rumah tangga yang penuh bahagia. Raithah merasakan betapa dunia ini hampa, kosong tiada arti. Dia sungguh tersiksa.
Jika malam tiba, gadis itu naik ke panggung rumahnya yang berdekatan dengan Kabah. Diamatinya lelaki dan perempuan yang tawaf keliling Kabah tanpa putus. Musim haji sebentar lagi tiba, dan para pendatang sudah membanjiri Kota Mekkah. Macam-macam yang dibawa oleh para peziarah itu, diantaranya hewan ternak untuk dijadikan korban, dipersembahkan kepada para berhala dan penata ibadah di sana.
Hati Raithah kian gelisah, pertanyaan di dalam hatinya terus bergalau. “Mengapa tidak ada seorang lelaki yang mau datang ke rumah untuk melamarku? Benarkah ramalan dukun wanita itu akan terjadi?”
Raithah menengadahkan wajahnya ke langit. Dilihatnya bulan sudah hampir penuh, waktu yang dijanjikan oleh dukun wanita itu tinggal beberapa malam lagi. Dengan hati yang berdebar dia menanti bulan purnama. Apakah ramalan itu akan terjadi?.
Malam yang dinanti itupun tiba sudah. Bulan bersinar penuh. Namun tak ada seorang lelakipun yang datang mengetuk pintu rumah itu untuk melamar Raithah. Ibunya perlahan mendekati Raithah kemudian mengelus-elus kepalanya yang tertunduk lesu menatap lantai.
“Percayalah wahai anakku, dukun wanita itu tidak akan berbohong.”
Raithah mengangkat kepalanya. Dengan penuh kesedihan dia berkata. “Kalau dukun itu tidak berbohong, kenapa tidak ada lelaki yang datang untuk meminangku? Teman-teman sebanyaku tak ada lagi yang belum kawin, Ibu.”
“Engkau pasti akan kawin jika malam purnama tiba.”
“Malam purnama sudah berlalu, Ibu.”
“Tidak harus bulan ini. Mungkin bulan depan, atau bulan depannya lagi.”
Baca:Â Ramadan Bersama Wanita, Raithah Si Perempuan Dungu (Bagian 2)
“Aku tidak percaya, Ibu,” ucap Raithah sambil tertahan suara tangisannya. Seketika suasana hening tanpa kata. Bagaikan berada di tengah-tengah orang mati.
Amru, sang Suami ternyata mengikuti dialog antara Ibu dan Anak itu dari kamar sebelah. Hatinya bagai diiris saat mendengar tangisan pilu buah hatinya dan penderitaan istrinya. Tapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Baca:Â Ramadan Bersama Wanita, Raithah Si Perempuan Dungu (Bagian 1)
Begitulah seterusnya. Matahari terus bersinar setiap hari. Siang dan malam silih berganti datang. Tapi keadaan Raithah tetap tidak berubah. (bpc3)
Sambungan cerita akan tayang setiap waktu duha, sepanjang bulan Ramadan.
Dikutip dari buku: Al-Qur’an Bicara WanitaÂ
Penulis Buku: Jabir Asysyaal.
Penerbit: Gema Insani Press
Tahun: 1988