BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Sunat tak hanya untuk laki-laki. Di Keraton Yogyakarta, putri pun disunat. Acara ini disebut tetesan. Kemaluan mereka digesek hingga berdarah, dan itu diikuti dengan upacara, dengan pakaian istimewa.
Memang, tak hanya laki-laki yang dikhitan. Perempuan juga dilakukan itu yang disebut tetesan. Gadis-gadis cilik putri raja yang sedang dikhitan harus memakai busana tertentu.
Mereka akan memakai nyamping cindhe dengan model sabukwala, lonthong kamus bludiran, cathok kupu terbuat dari emas permata, slepe, kalung ular, subang, gelang tretes dan cincin temunggul.
Sanggulnya juga harus berbentuk konde. Dengan pemanis bros di tengahnya, serta hiasan bulu burung bangau yang disebut lancur. Di atas sanggul diletakkan pethat berbentuk penanggalan atau bulan sabit.
Sedang busana tetesan untuk wayah dalem (cucu raja), hampir sama dengan busana tetesan untuk putra dalem (anak raja). Perbedaannya terletak pada model kalung dan gelang yang dipakai.
Kalung untuk wayah dalem berupa kalung sungsun dan gelangnya berbentuk gelang kana. Busana untuk wayah dalem ini sangat mirip dengan busana sabukwala yang dikenakan pada waktu menghadiri upacara garebeg.
Upacara tetesan itu diadakan di Bangsal Pengapit sebelah selatan Dalem Pranayeksa. Dihadiri oleh garwa dalem, putra dalem, wayah, buyut serta canggah.
Selain itu juga abdi dalem bedaya, emban, amping, abdi dalem keparak berpangkat tumenggung serta Rio yang duduk di Emper Bangsal Pengapit. Para abdi dalem keparak lainnya di halaman sekitarnya. Upacara tetesan ini untuki anak usia 6-8 tahun. (jss)