BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Pada awal November 2023, China melaporkan peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan. Di akhir bulan yang sama, terdapat kluster pneumonia tidak terdiagnosis pada anak di China Utara. Belum jelas apakah ini terkait dengan peningkatan kasus sebelumnya atau merupakan kejadian terpisah.
Namun, laporan tersebut mengidentifikasi Mycoplasma Pneumoniae, influenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan SARS-CoV-2 sebagai penyebab, tetapi tanpa informasi mengenai tingkat keparahan dan angka kematian.
Pneumonia, suatu kondisi peradangan pada paru-paru, merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak dan menjadi penyebab kematian utama pada balita di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Penyebab pneumonia dapat berasal dari berbagai bakteri dan virus. Bakteri seperti Streptococcus pneumonia, Hemophilus influenza, Mycoplasma pneumonia, dan lainnya dapat menyebabkan pneumonia, begitu pula dengan virus seperti RSV, influenza, adenovirus, SARS-CoV-2, rhinovirus, dan sebagainya.
Gejala pneumonia biasanya dimulai dengan tanda-tanda infeksi saluran napas atas seperti demam, batuk, dan pilek selama 3-5 hari, yang kemudian diikuti oleh kesulitan bernapas (napas cepat).
Pneumonia dapat dicegah dan diobati melalui praktik hidup bersih dan sehat, seperti mencuci tangan, penggunaan masker, pemberian ASI eksklusif, vitamin A dosis tinggi, gizi seimbang, dan vaksinasi lengkap.
Upaya ini bertujuan mencegah pneumonia pada bayi dan anak. Pengobatan efektif untuk pneumonia bakterial pada anak melibatkan pemberian antibiotika yang tepat dan rasional oleh dokter.
Menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi Respirologi IDAI, dr. Rina Triasih, M.Med (Pead), Ph.D, Sp.A (K), mycoplasma pneumonia adalah salah satu bakteri penyebab pneumonia pada anak yang telah dikenal lama dalam dunia kedokteran. “Bakteri ini cenderung menyerang anak usia sekolah (di atas 5 tahun),” katanya.
Gejala pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia mirip dengan gejala pneumonia pada umumnya, namun umumnya bersifat ringan. Pada anak dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, kondisi dapat menjadi serius.
“Waktu yang diperlukan untuk timbulnya gejala setelah bakteri memasuki tubuh relatif lebih lama, tidak secepat virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19,” ungkapnya.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengungkapkan saat ini belum terdapat data resmi dari Kementerian Kesehatan RI terkait pelacakan kuman penyebab pneumonia pada anak di Indonesia, kecuali virus influenza yang rutin dilakukan.
“Oleh karena itu, belum ada data pasti mengenai peningkatan jumlah kasus pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae pada anak di Indonesia,” tuturnya.
Namun, Ikatan Dokter Anak Indonesia menyampaikan beberapa poin penting untuk dicermati:
- Meskipun terjadi peningkatan kasus undiagnosed pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia di China, informasi ini perlu dicermati dan diwaspadai, tetapi tidak perlu menimbulkan kepanikan di masyarakat.
- Surveilans infeksi sistem pernapasan pada anak, termasuk pneumonia, di Indonesia perlu ditingkatkan. Ini mencakup peningkatan fasilitas pemeriksaan untuk mengidentifikasi kuman penyebab pneumonia, seperti Streptococcus pneumonia, RSV, dan Mycoplasma pneumonia.
- Rumah Sakit, klinik, dan Puskesmas di Indonesia perlu menganalisis data jumlah pasien/kunjungan dan kematian akibat infeksi saluran pernapasan/pneumonia secara berkala untuk melaporkan dan melakukan antisipasi dini terhadap peningkatan kasus yang signifikan.
- Mycoplasma pneumonia bukan kuman baru, dan pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae umumnya menyebabkan gejala ringan yang dapat diobati dengan antibiotika.
- Masyarakat dihimbau untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk mencuci tangan dan menggunakan masker.
- Pemberian ASI eksklusif, vaksinasi lengkap, dan vitamin A dosis tinggi sangat penting sebagai langkah pencegahan pneumonia pada bayi dan anak.
***