BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Kasus kekerasan yang terjadi pada anak kian meningkat, salah satunya yang terjadi pada Sekolah Dasar (SD) di Sumatera Barat Bukittinggi beberapa waktu lalu.
Dalam kasus ini, psikolog anak dari Tes Bakat Indonesia, Dinda Nocyandri M Psi menilai ada kelalaian orang tua dan guru di sekolah. Karena itu peran orang tua dan guru sangat penting.
Kasus yang terjadi di Bukittinggi merupakan satu jenis dari bullying, khususunya bullying fisik atau kekerasan fisik. Hal ini biasanya dilakukan pada anak yang lebih lemah dan cenderung tidak melawan.
Bulling sendiri didefinisikan sebagai perbuatan langsung atau tidak langsung individu maupun kelompok kepada individu atau kelompok lain dengan tujuan untuk mengintimidasi,menyakiti, dan merugikan.
Dijelaskan Dinda, salah satu faktor penyebab terbesar dari perilaku ini adalah imitasi atau meniru.
“Sekarang ini media komunikasi elektronik semakin merajalela, khususnya tayangan televisi. Dilihat dari detil gerakan para pelaku adalah seperti gerakan meniru dari sesuatu yang dilihatnya, mungkin televisi, dimana mereka melihat dan menganggap hal tersebut wajar-wajar saja dan mereka tidak merasa bersalah justru dianggap seru,” katanya.
Kasus yang terjadi di Bukittinggi ini menunjukkan salah satu kasus yang diakibatkan kurangnya pengetahuan yang diberikan kepada anak seusia Sekolah Dasar terhadap batas-batas perilaku yang sesuai.
Faktor penyebab lainnya faktor dari lingkungan yang keras seperti lingkungan keluarga, dan lingkungan rumah. Adapun penanganan untuk mengatasi efek imitasi dan lingkungan yang penuh kekerasan adalah pedekatan reflektif dan kasih sayang.
“Sudah waktunya bagi sekolah-sekolah mulai mensisipkan pemahaman-pemahaman di setiap kegiatan yang memungkinkan untuk menyerukan yel- yel atau lagu-lagu karangan sendiri yang berisi anti bullying dan hal tersebut diulang setiap hari,”jelas Dinda.
Pendekatan berikutnya dari holistik yakni dari segala sisi, dikatakan Dinda, jika hanya sekolah yang melakukan pencegahan namun anak di rumah tetap dibebaskan menonton film kekerasan, atau program TV yang mengandung unsur bercanda tapi tetap menggunkan kekerasan sama juga bohong.
“Orangtua perlu menelaah kembali bentuk pola asuh yang mereka terapkan, salah satunya kurangi unsur hukuman fisik dan tingkatkan penyaringan tontonan yang baik untuk anaknya,”paparnya.
Dinda juga menuturkan bagi orang tua korban perlu mengantisipasi efek traumatis, dan efek rendah diri, malu akibat menjadi korban. Tonjolkan sisi positif anak, tunjukkan bahwa anak memiliki potensi, dan ajarkan anak untuk tidak membalas dendam, lalu ajarkan mengenai cara membela diri jika diperlakukan seperti itu. intinya anak perlu diajarkan utuk percaya diri, berani bertindak untuk membela diri jika merasa perlu bawa ke psikolog anak. (yogi)