Oleh:
H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA DPRD PROVINSI RIAU
BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Hasil Sensus Penduduk 2020 Provinsi Riau yang resmi dirilis membawa asa beserta peluang sekaligus tantangan bagi setiap unsur pengambil kebijakan. Terutama Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini provinsi hingga kabupaten/kota.
Dari segi komposisi, penduduk Riau didominasi generasi Milenial (lahir rentang 1981-1996) dan generasi Z/Gen Z (lahir rentang 1997-2012). Proporsi generasi Milenial sebanyak 27,24%, sementara gen Z sebanyak 30,79% dari total 6,39 juta jiwa penduduk di bumi lancang kuning. Angka di daerah senada dan seirama dengan nasional, dimana generasi Milenial dan generasi Z (Gen Z) juga berada “pucuk” terbanyak penduduk Indonesia. Dengan proporsi generasi Milenial sebanyak 25,87% dan Gen Z sebanyak 27,94% dari total 270,2 juta populasi.
Dominasi kedua kelompok generasi di atas masa depan emas bagi bangsa Indonesia umumnya dan Riau khususnya. Oleh karena itu butuh perencanaan strategis dan terukur. Generasi Z dalam waktu kurang 1 dasawarsa ke depan mereka akan berada di kelompok penduduk usia produktif.
Kedua generasi bakal menjadi aktor utama dalam pembangunan dan penentu masa depan bangsa di segala bidang dan dimensi. Secara ekonomi, efek keberadaan dua generasi tersebut sebenarnya sudah terasa.
Kelas produktif usia Milenial dan generasi Z lah yang mendorong munculnya revolusi industri 4.0. Kemudahan kelompok usia tersebut beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Mereka tak hanya sebagai konsumen teknologi tapi juga selaku kreator. Mulai swasta hingga pemerintah terus berpacu menjawab tuntutan kedua generasi untuk implementasi teknologi lebih baik dalam setiap penyelenggaraan kehidupan. Sampai-sampai urusan ambil nomor antrian saja sekarang harus online. Kadang bikin generasi lebih senior kewalahan mengikuti.
Prospek
Melihat data global, berdasarkan data startup dari total 2.200 perusahaan, Indonesia masuk peringkat 5 besar. Itu bukti masa depan ekonomi digital ada di Indonesia. Akan tetapi fenomena tersebut bak pisau bermata dua. Jika sektor pengambil kebijakan lalai dan lelah mengelola demografi usia produktif secara baik dan optimal dari sisi regulasi, insentif, ruang inovasi, investasi pendidikan dan segala pendukung pembangunan manusia, maka generasi Milenial dan generasi Z bisa jadi beban.
Terlebih kalau sebatas pengguna atau kelas konsumen saja. Sebagai contoh kegemaran beli barang di ecommerce tapi barangnya impor. Keinginan utama adalah bagaimana kelompok usia tersebut dapat memunculkan wirausaha dan mengkreasi munculnya usaha baru yang berkontribusi bagi perekonomian daerah dan nasional serta membuka lapangan pekerjaan. Meski Milenial dan Gen Z dominan dari segi populasi penduduk, tapi dari angka jumlah wirausahawan menyumbang hanya 3 persen.
Peran generasi Milenial dan Z dalam bidang ekonomi tentu tak hanya bicara wiraswasta dan digital. Tapi juga sektor-sektor lain. Termasuk upaya ketahanan pangan. Pemerintah hingga daerah harus punya perencanaan kebijakan terhadap sektor-sektor utama penyerap tenaga kerja khususnya pertanian, perkebunan dan perikanan.
Sudah rahasia umum petani didominasi usia diatas 45 tahun bahkan lebih senior. Mirisnya regenerasi cenderung stagnan. Meski ada generasi muda tertarik pertanian tapi sangat sedikit. Padahal pertanian sektor esensial bagi Indonesia yang berbasis maritim dan agraris. Pendekatan kebijakan untuk memperkuat minat generasi emas terhadap sektor-sektor penting tadi dapat ditempuh dengan membuka ruang adopsi teknologi modern, pelatihan dan akses pasar atau pengolahan paska panen termasuk paling penting menyelamatkan masa depan lahan dan keberlanjutan pertanian melalui berbagai pendekatan kebijakan yang lebih protektif.
Peran generasi Milenial dan Z serta generasi selanjutnya yang muncul (yang dinamakan post Gen Z) juga berperan strategis dalam upaya pemerataan ekonomi. Dengan luas daratan Riau yang mencapai 87.023,66 km persegi, kepadatan penduduk dari data terkini mencapai 73 penduduk per km persegi. Secara penyebaran penduduk Riau masih terkonsentrasi di tempat/wilayah tertentu terutama kawasan ibukota.
Kunci pemerataan ekonomi tergantung penduduk yang diawali pemerataan pembangunan. Maka perubahan RPJMD Provinsi Riau 2019-2024 yang telah masuk Prolegda 2021 jangan sampai untuk mendowngrade capaian dan target. Tetapi memuat gagasan besar dan rencana untuk mengurai persoalan ketimpangan pembangunan berikut rekayasa kependudukan secara bertahap. Dengan begitu pemerataan ekonomi di Provinsi Riau dapat tercapai.
Berlanjut ke sektor lain untuk industri manufaktur. Cara paling simpel merespon dominasi generasi Milenial dan Z adalah membuka akses lapangan pekerjaan. Selain integrasi melalui fasilitasi kebijakan pendidikan berupa upgrade skill dan pembenahan vokasi, kebijakan lain adalah investasi yang memerlukan inovasi dan pembenahan regulasi dan birokrasi. Berikut dukungan infrastruktur pendukung. Diantaranya lewat pembangunan kawasan industri yang sudah ada dalam RPJMD Provinsi Riau dan menunggu untuk diwujudkan.
Khusus mengenai infrastruktur, ketertinggalan Riau harus dibenahi secara serius. Perlu strategi melibatkan banyak kemitraan. Adapun alasan keterbatasan anggaran sebenarnya bisa disiasati. Berkaca dari pengalaman, kinerja Pemprov Riau justru penentu upaya memperoleh alokasi anggaran dari pusat. Selagi perangkat Pemprov Riau lelet dan berleha-leha jangan harap bicara bangun Riau lebih baik.
Kesadaran Politik
Terakhir, membangun kesadaran berpolitik generasi Milenial dan Z adalah pangkal untuk mencapai keinginan di atas. Politik dimaksud bukan sesuatu yang bertendensi kekuasaan praktis dan kelompok kepentingan. Kesadaran berbangsa juga termasuk unsur politik.
Menarik mengulas kajian Lembaga Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD) yang menyebutkan bahwa generasi Milenial dan Z punya kesadaran politik cukup bagus. Kesadaran politik mereka tampak sejak momen Pemilu 2019 dimana tingkat partisipasi cukup baik.
Kemudian berlanjut dalam berbagai isu kebijakan politik diantaranya paling lantang saat mengkritik RUU Omnibus Law. Namun, lanjut kajian tadi, kesadaran politik dua generasi tadi belum cukup literasi karena hanya mengandalkan informasi secara autodidak (online). Fenomena tadi tentu sangat disayangkan. Kita harusnya bisa mengambil pelajaran dari Orde Baru, yang berhasil membangun kesadaran berpolitik sejak dini melalui penguatan konsep berbangsa dan bernegara.
Paling ketara dengan mengakrabkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak di bangku sekolah. Dalam konteks kebangsaan ini patut ditiru. Tentunya bukan untuk tujuan represif dan melestarikan kekuasaan kelompok tertentu. Tujuannya agar aktor pembangunan bangsa kelak punya kesadaran politik. Dengan begitu alur pikir dan tindakannya semata demi kepentingan bangsa.