BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Banyaknya korban jiwa akibat serangan buaya di sungai indragiri di Inhil, Riau, bukan lagi kabar mencengangkan terutama bagi warga yang bermukim di pinggiran sungai itu. Buaya versus manusia di sana sudah terjadi sejak lama.Â
Pada tahun 1990-an, para nelayan Desa Kantang, Kecamatan Gaung Anak Serka juga pernah di teror jenis buaya putih. Buaya itu selalu menampakkan diri takala menjelang air mulai pasang di muara Sungai Gaung Anak Serka.Â
“Dia (buaya) berjemur di pinggir pantai atau berenang menyeberang sungai menjelang air pasang. Saya dan orang-orang tua dulu yang tinggal di sini bahkan pernah menyaksikan langsung penampakan itu,” kata Serah, seorang tetua di kampung itu.Â
Faktanya buaya-buaya itu memang ada dan berkembang biak. Mitosnya, banyak warga yang meyakini bahwa buaya-buaya tersebut jelmaan puaka (jin). “Banyak korban jiwa meninggal akibat serangan buaya dianggap sebagai tumbal. Buaya putih adalah buaya jelmaan,” ujarnya.Â
Baca :Â Akhirnya Ditemukan, Wanita di Tembilahan yang Diduga Diterkam Buaya Tak Lagi Bernyawa
Menurut cerita yang banyak beredar, kawanan buaya di sini cenderung akan menyerang manusia pada posisi air dangkal. Buaya terlebih dahulu akan membunuh setelah itu baru dilahap.
Mitos tentang buaya putih merupakan jelmaan pernah diangkat dalam sebuah film dengan judul: Ratu Buaya Putih. Film yang disutradarai oleh Naryono Prayitno ini diproduksi pada tahun 1988 dan diperankan oleh bintang film horor legendaris Indonesia, Almarhum Suzana.Â
Film ini bercerita tentang seorang pawang buaya merebut jimat temannya yang bisa mengendalikan buaya seganas apapun. Dampaknya luar biasa mensugesti masyarakat pedesaan seperti di daerah-daerah pedalaman di Inhil untuk mempercayai mitos tersebut.Â
Peneliti herpertologist dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Hellen Kurniati dalam sebuah diskusi meluruskan mengenai konflik buaya dengan manusia yang kerap terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.Â
Dikenal emlat jenis buaya, yakni Tomistoma Sclegelli dengan wilayah penyebaran Sumatera dan Kalimantan, selanjutnya Crocodylus Siamensis yang tersebar di Kalimantan khususnya Sungai Mahakam. Ketiga adalah buaya jenis Crocodylus Novaegyuneae dengan wilayah sebaran Papua dan Papua Barat dan Crocodylus Porosus yang populasinya ada di seluruh Indonesia.Â
Crocodylus Porosus ini juga dikenal dengan nama buaya muara. Menurut Hellen jenis inilah yang banyak membuat permasalahan dengan manusia. “Buaya muara ini adaptasi terhadap lingkungannya sangat tinggi. Mereka dapat hidup mulai dari muara sungai yang berair asin sampai ke hulu sungai yang berair tawar. Jadi daerah jelajahnya sangat luas,” kata Hellen seperti dilansir dari website resmi lipi.go.id.
Setiap buaya muara dewasa, kata Hellen baik jantan maupun betina yang hidup di alam tentunya mempunyai daerah teritorial kekuasaanya. Daerah itu menjadi tempat mencari makan, berjemur diri, kawin dan membuat sarang untuk bertelur.
Pada kelompok jantan dewasa terdapar individu jantan dominan. Umumnya jantan dominan ini ditakuti oleh individu jantan lain yang tidak dominan sehingga daerah teritorialnya lebih luas dibandingkan individu jantan yang tidak dominan.Â
Oleh karena itu, individu jantan tidak dominan ini lebih banyak berjelajah ke daerah yang lebih jauh gun menghindari perselisihan dengan jantan dominan. Jadi kebanyakan buaya yang mendekati kampung adalah jantan yang tidak dominan ini.
Kondisi lain yang membuat buaya menjelajah ke daerah yang lebih luas adalah berkurangnya makanan di daerah teritorialnya seperti ikan dan mamalia kecil, karena mereka harus bersaing dengan manusia. Buaya akan cenderung melakukan perjalanan mendekati perkampungan untuk mencari makan.Â
Untuk diketahui, Seorang warga bernama Anita, menghilang usai diduga diterkam buaya di Sungai Inhil, Kelurahan Pekan Arba, Kecamatan Tembilahan, Kabupaten Indragiri hilir. Menurut Kepala Basarnas Pekanbaru, Amiruddin, korban yang berusia 27 tahun dilaporkan hilang di sungai sejak Selasa 20 Agustus 2019.
“Berdasarkan informasi yang kita terima, korban saat itu bersama rekan-rekannya di sungai. Saat sedang mencari udang di tepian sungai, hewan buas (buaya) menangkap Anita,” jelasnya.Â
Amiruddin menerangkan, pencarian korban terus dilakukan Tim Rescue Pos SAR Tembilahan bersama warga hingga hari ini. Pencarian korban dilakukan menggunakan rigid dibantu potensi terkait. Pencarian juga dilakukan dengan pola creeping. (bpc3)Â