BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, diminta untuk menyatakan bahwa tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara terkait dugaan korupsi pada Bank BJB Cabang Kota Pekanbaru.
Hal ini disampaikan kuasa hukum terdakwa Arif Budiman, M. Fajrin SH, dalam eksepsinya, yang dibacakan pada sidang lanjutan yang digelar Rabu 10 Agustus 2022.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Yuliarta, SH, Fajrin menuturkan, pihaknya menilai ada beberapa faktor yang membuat dakwaan JPU dalam kasus ini menjadi bias.
Dalam narasi eksepsinya, Fajrin mengutip dakwaan JPU yang menyebutkan, ihwal dakwaan terhadap Arif Budiman terkait pemberian bantuan modal konstruksi, yang diterima Arif selaku pengusaha yang mengelola sejumlah perusahaan. Dimana JPU mempersoalkan terkait sumber dana dalam pengembalian atau pembayaran angsuran pokok kredit yang sebagian menggunakan cash flow debitur yang masuk ke rekening giro umum Bank BJB milik CV. Palem Gunung Raya dan sebagian lagi pembayaran berasal dari bouwheer yang dianggap melanggar SK Direksi PT. Bank BJB Tbk.
Dikatakan, kebijakan atas SK Direksi tersebut itu merupakan keputusan yang diambil dalam RUPS PT. Bank BJB Tbk, sehingga tidak ada kaitannya dengan kebijakan pejabat negara. Dengan demikian tidak tepat, bila kemudian kliennya dijerat dengan dugaan korupsi karena pelanggaran terhadap hal itu lebih kepada pelanggaran administrasi. Sebab, sebagai badan hukum PT. Bank BJB Tbk dalam bertindak harus sesuai dengan undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas.
Tidak hanya itu, dalam pemberian bantuan pinjaman dana konstruksi tersebut, semuanya sudah berjalan sesuai dengan aturan atau SOP yang berlaku di Bank BJB Cabang Pekanbaru.
“Sebelum dana dicairkan, semua sudah dilakukan sesuai dengan pengetahuan dan persetujuan pihak terkait. Dalam hal ini adalah unsur pimpinan di Bank BJB itu sendiri,” tambahnya.
Apalagi, dalam proses pencairan dana bantuan pinjaman konstruksi tersebut, kliennya juga telah memenuhi persyaratan lainnya seperti adanya agunan dan asuransi.
Sehingga bila ada pengembalian dana yang macet, seharusnya bisa dilakukan sesuai mekanisme yang diatur dalam undang-undang atau peraturan yang berlaku. Seperti dapat melakukan lelang terhadap agunan milik kliennya. Bukan mendakwa kliennya dengan pidana korupsi yang diduga mengakibatkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
“Kami menilai hal ini adalah murni perdata dan tidak ada kaitannya dengan pidana, apalagi pidana korupsi,” tegasnya.
Berdasarkan kajian itu, pihaknya menyimpulkan dakwaan JPU tidak jelas, karena tidak ada kerugian negara dalam perkara ini.
Karena itu, pihaknya memohon majelis hakim memutuskan dakwaan JPU tersebut batal demi hukum. Selain itu, pihaknya juga memohon supaya hak dan martabat kliennya dipulihkan dan dibebaskan dari proses penahanan untuk sementara waktu.
Usai mendengarkan eksepsi terdakwa, ketua majelis hakim Yuliarta, SH memberi kesempatan kepada JPU Dewi Shinta Dame Siahaan, SH dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru untuk memberikan tanggapan. Yuliarta, SH memutuskan tanggapan atas eksepsi itu akan disampaikan dalam sidang lanjutan yang akan digelar pekan depan. Selanjutnya, sidang pun ditutup.***