BERTUAHPOS.COM, Uang memang semakin menjadi penguasa tertinggi dalam kehidupan yang serba modern dan konsumtif saat ini. Dalam dunia investasi lintas negara, uang tidak memiliki kewarganegaraan dan agama, dan mencari tempat yang menjanjikan imbal hasil tertinggi.
Di Indonesia, perbankan yang menjadi gudang uang dan menguasai 70% pembiayaan investasi pun dibuat tidak berdaya oleh para pemilik uang. Tentu saja pemilik uang kelas atas, bernilai miliaran rupiah, yang bisa mendikte perbankan, bahkan perbankan papan atas. Pemilik dana di kelompok ini adalah pengusaha, perorangan golongan kaya, dana-dana pensiun, dan institusi lain.
Itulah sebabnya para bankir selalu berkelit jika dituduh oleh para pengusaha dan ekonom sebagai biang keladi suku bunga kredit yang tinggi. Para bankir malah menuding balik bahwa sesungguhnya penyebab suku bunga tinggi adalah para pemilik dana, yang pada umumnya adalah para pengusaha.
Dalam konteks itu, para pengusaha pemilik dana kakap dapat menentukan dan bernegosiasi tentang besaran suku bunga deposito yang dikehendaki. Begitu berkuasanya kelompok ini, sehingga mereka bisa meminta suku bunga hingga 11-12%, jauh di atas suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) saat ini yang ditetapkan sebesar 7,75%. Padahal, jika terjadi sesuatu atas bank tersebut, dana-dana yang bunganya di atas bunga penjaminan tidak akan mendapat penggantian.
Tapi, di lain sisi, sebagai pengusaha mereka sekaligus bertindak sebagai debitor yang meminjam kredit untuk menggerakkan roda usaha mereka. Di sinilah pengusaha menuntut suku bunga kredit yang rendah. Mereka lantas berteriak-teriak bahwa bank enggan menurunkan suku bunga kredit. Mereka menuduh bank mengambil keuntungan terlalu tinggi. Artinya, pengusaha menuntut bunga tinggi kalau menyimpan uang, tapi minta bunga serendah-rendahnya jika meminjam uang.
Karena itu, perang suku bunga deposito mesti diakhiri. Fenomena ini tidak sehat bagi perekonomian secara keseluruhan. Perang suku bunga deposito hanya menguntungkan segelintir pemilik dana dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi, karena hal ini menjadi penghambat penurunan suku bunga kredit.
Banyak pihak dirugikan oleh fenomena yang sudah lama terjadi di dunia perbankan nasional ini. Perang bunga simpanan sangat merugikan bankbank kecil, karena mereka tidak cukup mampu memberikan bunga tinggi. Akibatnya, banyak bank kecil yang mengalami kekeringan likuiditas.
Ketidakadilan juga dirasakan oleh masyarakat luas yang umumnya memiliki dana kecil. Mereka ini adalah mayoritas atau 97% pemilik rekening bank namun hanya menguasai dana simpanan tak sampai 5% dari total dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan. Suku bunga tabungan yang mereka terima hanya sekitar 1-2% per tahun. Bunga yang mereka nikmati akan tergerus oleh biaya administrasi yang nilainya sekitar Rp 10-15 ribu per bulan. Sedangkan jika menyimpan dalam deposito pun, bunga yang mereka terima sesuai tarif di counter, hanya sekitar 5-6%.
Yang lebih berbahaya lagi, perbankan ‘balas dendam’ kepada para pengusaha yang selama ini mendikte bank dengan meminta suku bunga deposito tinggi. Bank kemudian melakukan kartel khususnya di lingkungan bank papan atas, sehingga suku bunga kredit sulit turun. Jelas hal itu juga menyulitkan para debitor kecil, khususnya pengusaha mikro.
Lingkaran setan itu harus diputus. Karena itu, langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memanggil para bankir papan atas sangat tepat. Sebab, fenomena perang suku bunga selalu berulang. OJK bersama Bank Indonesia harus mengimbau bank-bank tersebut untuk mengakhiri perang suku bunga.
Bahkan OJK bersama BI bisa menggunakan instrumen yang dimiliki, atau menciptakan instrumen baru, yang diharapkan dapat memberikan tekanan kepada bank untuk menurunkan suku bunga, baik simpanan maupun kredit. Perbankan di Indonesia selama ini telah menikmati margin yang cukup tebal, antara 5-10%, jauh melampaui margin yang dinikmati perbankan di Asean yang rata-rata hanya 2-3%. Sah-sah saja mereka meraih untung, namun jangan sampai hal itu juga merugikan perekonomian secara nasional, serta menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat, khususnya penabung kecil.(Investordailly)