BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Pertentangan paham antara Pemprov dan DPRD Riau soal penyaluran dana desa dalam bentuk Bantuan Keuangan (Bankeu) memang sempat mencuat, bahkan sampai pada isu pembohongan publik. Dewan tidak sependapat kalau dana desa disalurkan melalui bantuan keuangan dengan alasan sumber anggaran itu dari dana aspirasi, bukan dana yang dialokasikan khusus untuk bantuan desa.Â
Menurut Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi, secara prinsip dana aspirasi itu merupakan sumber masukan, namun secara kumulatif anggaran itu sudah dalam bentuk APBD. Dalam teori perencanaan, pertama ada usulan dari kabupaten dan kota dalam bentuk Musrenbang. Kedua, ada perencanaan dari OPD yang biasanya dirumuskan dalam RPJMD, Resntra, ataupun Renja. Rencana ini biasanya dilakukan berdasarkan analisis sektoral.Â
Kemudian, ketiga, dalam penganggaran itu juga ada kebijakan pusat yang sifatnya mengacu pada dasar hukum baik berbentuk PP, Undang-Undang dan sejenisnya. Barulah yang keempat ada perencana politik.Â
“Ini lah masuknya dana aspirasi yang dimaksud itu,” katanya, Rabu (27/9/2017). “Semuanya ini kan muaranya ke APBD,” sambungnya.Â
Dalam hal ini, kata Ahmad Hijazi, Pemprov Riau tidak pernah membedakan dari mana sumber anggaran. Yang terpenting semuanya itu masuk dalam format penganggaran, dan kembali ke masyarakat. Jika memang dalam itu ada sumber dana dari aspirasi, jika tidak akan menjadi apapun jika tidak dimasukkan salam perencanaan keuangan daerah.Â
“Ada pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya untuk pemanfaatan pembangunan di desa. Lah, yang dipakai uang dari mana? Uang APBD juga kan? Itu pemahamannya. Hanya yang membedakan sumber anggarannya saja,” ujarnya. “Dan sumber masukan itu juga tidak berdiri sendiri melainkan terakomodir dalam RKPD. Segala bentuk penganggaran didasarkan pada RKPD,” tambahnya.Â
Kemudian mekanisme selanjutnya, Ahmad Hijazi mengatakan, barulah pembahasan. Dengan kata lain dana aspirasi juga tidak ujuk-ujuk masuk ke pembahasan tapi melalui Rencana Keuangan Pemerintah Daerah (RKPD) terlebih dahulu dan diakomodir melalui OPD. Kalau itu tidak dimasukkan namun anggaran itu ada, itu lah muncul istilah ‘dana siluman’.Â
Dia ingin masalah bantuan keuangan ataupun dana desa sebaiknya tidak diperdebatkan. Selagi dana itu masuk dalam sistem penganggaran tidak ada yang perlu dikhawatirkan. “Toh juga aman bagi semuanya,” sambungnya.Â
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menjelaskan tentang beberapa sumber tentang desa menyebutkan bahwa pendapatan desa bersumber dari pendapatan asli desa, alokasi APBN, bagi hasil pajak daerah dan retrebusi daerah di kabupaten dan kota mandatory-nya 10% dialokasikan dalam pembangunan desa.Â
Selain itu sumber keuangan desa bisa diperoleh melalui dana perimbangan yang diterima kabupaten dan kota. Misalnya dana perimbangam sari Migas dan pajak ada 10% jatah desa. Kemudian barulah bantuan keuangan dari APBD provinsi atau kabupaten dan kota.Â
“Bantuan keuangan itu sifatnya tidak wajib, tapi bisa dialokasikan untuk dana desa. Boleh daerah menganggarkan untuk dana desa dan diberikan jika urusan wajib provinsi sudah diselesaikan. Itu amanah Undang-Undang. Jadi tidak ada yang dilanggar. Barulah selanjutnya hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dan sumber lain-lain yang sah,” sambungnya.
Dari analisis ini, jika memang harus Pemprov Riau menyalurkan bantuam dana untuk desa tidak ada istilah Alokasi Dana Desa (ADD), yang ada hanya bantuan keuangan. Itupun dipisah dalam dua bagian.Â
Pertama bantuan keuangan ke kabupaten dan kota. Sesuai dengan kebutuhannya anggaran itu disalurkan ke desa. Bisa dalam bentuk pembangunan infrastruktur ataupun program pemberdayaan masyarakat. Kedua bantuan keuangan langsung ke desa tapi sifatnya tidak wajib.
Baca:Â Realisasi Fisik Pemprov Riau 52%, Sekdaprov Riau: Ada yang Belum Diinput
Untuk diketahui, total Bankeu Pemprov Riau untuk desa yang ditransfer ke 12 kabupaten‎/kota tahun 2017 sebesar Rp564,24 miliar:
Pekanbaru Rp15,4 miliar
Kampar Rp57 miliar
Bengkalis Rp45,6 miliar
Inhu Rp29,5 miliar
Inhil Rp74,7 miliar
Kuansing Rp40,5 miliar
Dumai Rp61,6 miliar
Rohul Rp77,1 miliar
Rohil Rp81,4 miliar
Pelalawan 24,3 miliar
Siak Rp47,1 miliar
Meranti Rp9,7 miliar.
(bpc3)