BERTUAHPOS.COM-Ekspansi dan akuisisi adalah langkah-langkah menuju ketahanan energi di Indonesia. Perubahan visi menjadi World Class National Energy Company membawa PT Pertamina (Persero) dan anak usahanya untuk terus mengembangkan sayap, baik di bisnis hulu maupun hilir industri minyak dan gas bumi (migas).
Di sektor hulu migas, sepak terjang Pertamina dalam memperkuat bisnis bahkan hingga ke mancanegara. Akhir November lalu, misalnya, Pertamina mengakuisisi 10 persen hak partisipasi di West Qurna I, Irak yang dimiliki ExxonMobil Iraq Limited. Pengambilalihan itu dieksekusi oleh anak usaha Pertamina, PT Pertamina Irak Eksplorasi Produksi pada 30 November lalu. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, partisipasi Pertamina di konsorsium kontraktor West Qurna I merupakan batu loncatan untuk mencapai visi perusahaan menjadi perusahaan energi kelas dunia.
Pada saat bersamaan, memperkuat cadangan energi Pertamina untuk negeri, mengingat konsumsi di Tanah Air bergerak dalam tren meningkat dari tahun ke tahun. “Ekspansi Pertamina ke luar negeri adalah untuk mendukung pemerintah dalam menjaga serta memperkuat ketahanan energi Indonesia yang berkelanjutan,†tutur Karen, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Pertamina juga menyelesaikan transaksi 65 persen participating interest di Blok 405a, Aljazair, milik ConocoPhillips Algeria. Pertamina akan memiliki 65 persen dan bertindak selaku operator di lapangan MLN dan masing-masing 3,7 persen dan 16,9 persen di lapangan Ourhoud dan EMK.
Di dalam negeri, anak usaha Pertamina, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) membuat kesepakatan definitif dengan Anadarko Offshore Holding Company LLC untuk mengakuisisi 100 persen saham tiga anak usaha Anadarko di Indonesia. Ketiga perusahaan itu menguasai sejumlah blok migas di Kalimantan, seperti Ambalat dan Bukat (33,75 persen), serta Nunukan (35 persen). Vice President Corporate Communi¬cation Pertamina Ali Mundakir mengatakan, akuisisi itu merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mencapai pertumbuhan agresif di sektor hulu. “Ini membuka akses bagi Pertamina untuk eksplorasi dengan potensi penemuan signifikan di dekat wilayah operasi Pertamina di Bunyu dan Tarakan,†ujar Ali.
Tak hanya itu, PHE, bersama-sama dengan PTTEP Netherlands Holding Cooperatie UA, anak perusahaan PTTEP, mengakuisisi anak usaha Hess di Indonesia. Dengan merogoh 1,3 miliar dollar AS, kini keduanya menguasai 75 persen di Blok Pangkah dan 23 persen di Blok Natuna Sea A. Pengambilalihan blok-blok itu sejalan dengan strategi pertumbuhan Pertamina yang menargetkan untuk menjadi pemain hulu migas yang dominan di domestik pada 2015. Kemudian, sesuai Aspirasi 2025 menjadi pemimpin bisnis migas Asia sekaligus memperluas ekspansi internasional.
Produksi migas Pertamina terus menunjukkan peningkatan dalam kurun lima tahun terakhir, di tengah terus merosotnya produksi KKKS lain. Dengan Brigade 200K, melalui program I/EOR (enhanced oil recovery) produksi migas perusahaan diharapkan terus meningkat dengan target pencapaian 2,2 juta barrel setara minyak per hari pada 2025. Salah satu catatan signifikan tahun ini adalah kinerja blok West Madura Offshore (WMO) yang mampu memproduksi minyak di atas 25 ribu barrel per hari (bph), atau naik 92 persen sejak diakuisisi pada Mei 2011. Padahal, produksi blok itu pada 2010 sempat melemah.
Peningkatan produksi pada blok WMO tersebut ikut berkontribusi pada upaya menjaga produksi Pertamina secara keseluruhan di atas 200 ribu (bph). Kinerja moncer juga terjadi di blok Offshore North West Java (ONWJ) yang membukukan produksi minyaknya selama Januari–September 2013 mencapai 38.996 barrel minyak per hari (bph), lebih tinggi 6 persen ketimbang target Work Plan and Budget (WPNB), 36.816 bph.
Regasifikasi
Mengimbangi ekspansi di sektor hulu, Pertamina juga semakin giat membangun fasilitas regasifikasi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dan jaringan pipa gas untuk mendukung bisnis midstream. Pada 10 November lalu, Pertamina mulai konstruksi proyek Arun LNG Storage & Regasification Terminal yang akan menjadi tulang punggung pasokan gas sebagai sumber energi untuk menggerakkan denyut nadi ekonomi daerah Aceh dan Sumatera Utara.
Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto menga¬takan proyek konversi kilang LNG menjadi regasifikasi itu merupakan per¬tama kali dilakukan di industri migas. “Selain prestisius dan menantang karena merupakan yang pertama di dunia, proyek ini sangat ditunggu peranannya dalam menjamin pasokan gas untuk pembangkit listrik dan kebutuhan industri di Aceh dan Sumatera Utara. Hal tersebut seiring dengan akan diselesaikannya proyek pipa transmisi gas Open Access Arun-Belawan,†ujar Hari. Pemanfaatan LNG untuk pembangkit listrik di kedua kawasan industri akan menghemat biaya energi primer pembangkit listrik hingga sekitar 5,4 miliar dollar AS per tahun karena pengurangan penggunaan solar.
Konversi BBM
Dari sisi hilir, untuk mendukung program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) yang dicanangkan pemerintah, Pertamina membangun dan merevitalisasi stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Salah satu yang sudah beroperasi adalah SPBG Mampang yang memiliki total kapasitas gas sebesar 0,5 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Dengan dioperasikannya hasil revita¬lisasi SPBG Mampang tersebut, Karen berharap kebutuhan bahan bakar bus TransJakarta dapat terpenuhi dengan lebih baik lagi. “Kami juga melihat bahwa kebijakan ini tepat diterapkan di wilayah DKI Jakarta karena sejalan dengan rencana penambahan jumlah armada bus TransJakarta yang ditetapkan oleh Pemprov DKI yang di satu sisi membutuhkan ketersediaan BBG CNG dan infrastruktur SPBG yang memadai,†jelas Karen.
Hingga akhir tahun, Pertamina menargetkan akan terbangun sebanyak 10 SPBG baru yang terdiri dari 2 SPBG didanai oleh Pertamina, 2 mother station, 2 SPBG online, 4 unit pengisian BBG bergerak, dan pengembangan jaringan pipa di Jabodetabek sepanjang 22,2 kilometer yang didanai pemerintah melalui APBN 2013.(kompas.com)