BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Suatu sore, sekitar pukul enam, tiba-tiba hinggap seekor burung Delamukan. Burung ini tampak kelelahan dan kemalaman. Untuk itu, kendati ia tahu di pohon wudi itu sudah ditempati puluhan burung Bayan, ia tetap memaksakan diri untuk hinggap.
Dalam benak burung Delamukan ini terpikir, ia akan menemui ratu Burung Bayan, dan memohon izin agar diperbolehkan menginap di pohon wudi. Ia beralasan hanya akan menginap semalam saja, dan pagi harinya melanjutkan perjalanan.
Saat burung Delamukan itu hinggap di dahan, seekor burung Bayan yang terkesan baik hati menyambutnya. Ia berucap,” Hidup di dunia ini memang tidak ada yang dicari kecuali sanak saudara. Namun begitu janganlah membuat Ki Delamukan salah paham kalau kami sedikit waspada. Anda tahu sendiri, hidup di dunia ini yang paling sulit adalah posisi orang yang mengabdi pada sang penguasa, seperti kami ini. Karena itu kami harus hati-hati agar tidak kena sanksi atasan. Apalagi zaman ini, sikap para pejabat bikin hidup tambah ngeri. Sikap menyimpang justru menjadi kebiasaan,” kata burung itu.
Baca: Makrifat Burung Surga (1) : 99 Burung Bayan Hijrah
Ki Delamukan tak menyahut. Ia tak bicara sepatah-kata pun. Untuk itu, setelah diam sebentar, burung Bayan itu pun berkata lagi. “Jadi pahamilah kalau setiap orang harus bersikap teliti, hati-hati dan mewaspadai. Lebih-lebih dalam sebuah negara berdasar hukum, segala tindakan haruslah dijalankan dengan penuh kehati-hatian dan mengerti terhadap segala aturan. Termasuk tindakan yang harus diambil ketika ada yang ingin menginap disini. Misalnya kalau ia mengendarai kuda, perlu diperiksa secara cermat, jangan-jangan kuda itu dipersiapkan untuk mencuri atau merampok. Jika ternyata terdapat kejanggalan atau ketidakwajaran, maka perlu segera dilaporkan kepada aparat keamanan.”
Burung Delamukan tetap diam saja. Karena itu, burung Bayan kembali meneruskan ocehannya. “Misalnya sekarang ini, siapa yang menyuruhmu, apa maumu sendiri, apa karena memenuhi tugas negara? Jika melihat barang bawaanmu yang banyak itu, maka engkau perlu menunjukkan surat keterangan atas barang-barang bawaanmu itu?”
Ucapan burung Bayan itu sudah menyerupai interogasi. Tak bisa tidak, burung Delamukan pun menjawab. “Kepergianku ini merupakan keperluan pribadi. Saya pergi dari Caruban sesudah bekerja di sana tanpa hasil. Di tempat itu saya bekerja pada perusahaan kereta api dengan harapan dapat meraih keuntungan. Tapi ternyata pekerjaan itu justru membuat saya lebih sengsara. Karena itu saya pergi dari sana. Saya tahu, tidak ada yang menanggungku di sini, karena aku tidak memiliki teman. Untuk itu saya memohon kepada Saudara Ketua agar hendaknya bisa membantu kesulitan saya ini, memberikan izin untuk menginap semalam saja. Hari sudah malam tidak mungkin saya melanjutkan perjalanan”.
Burung Bayan itu lalu berkata perlahan: “Saya tidak bisa memberi jawaban atas permohonan Ki Delamukan sebelum melaporkan kepada pimpinan kami di sini.” Bayan lalu melaporkan masalah itu kepada ratu yang tinggal di puncak pohon wudi. (bersambung/jss)