BERTUAHPOS.COM — Para lelaki penghuni Pulau Taquile harus bisa merajut sebagai syarat agar mereka bisa dapat jodoh. Ini sebuah tradisi yang telah diwariskan sejak 500 tahun lalu dari nenek moyang mereka.
Tradisi ini, belakangan menjadi sorotan. BBC melaporkan Pulau Taquile selama ini memang terkenal dengan tekstil dan pakaiannya.
Penduduk sana kebanyakan bekerja di bidang tekstil; para perempuan menjadi penenun dan perawat domba, sementara para laki-laki membuat chullo—topi khas Andes.
Mengenai chullo, topi khas tersebut dianggap penting oleh orang-orang Taquile. Pasalnya, topi itu digunakan sebagai penunjuk keterampilan para pria, juga jadi simbol menampilkan status pernikahan, impian, juga aspirasi.
Lahir di pulau dengan jumlah penduduk 1.300 orang tersebut, Alejandro Flores Huatta menceritakan saat-saat ia belajar merajut topi chullo. “Semasa kecil, kakak dan kakek saya mengajarkan merajut menggunakan duri kaktus,” tuturnya.
“Kebanyakan orang di sini belajar dengan mengamati, menonton. Karena saya tak punya ayah, kakak laki-laki dan kakek mengajarkan saya merajut. Jadi, dengan menonton, saya belajar sedikit-sedikit,” kata pria berusia 67 tahun tersebut.
Adapun diceritakan Alejandro, para pria di Taqui mulai belajar merajut di usia 5 sampai 6 tahun. Chullo pertama yang dibuat berwarna putih, lalu dibebaskan warna untuk kreasi berikutnya. Kemampuan itu harus terus diasah mengingat prosesnya yang rumit.
Saking rumitnya, bahkan untuk pria yang paling berpengalaman sekalipun, membutuhkan hampir sebulan untuk membuat chullo. Hal tersebut disebabkan pola yang rumit dan ikonografi spesifik.
Selain itu, chullo juga punya peran penting dalam perjodohan. Pria dipilih pasangan berdasarkan kemampuan merajut dengan jarum kawat kecil. Menurut Alejandro, pria yang rajutan chullo-nya sangat rapat, sampai bisa menahan air, adalah terbaik.
Nantinya, calon mertua menguji chullo calon menantu dengan cara tersebut. Alejandro kemudian membeberkan dengan bangga momen ketika ia melamar sang istri, chullo-nya menahan air hingga 30 meter tanpa kehilangan setetes air pun.
“Dia rupanya melihat kemampuan saya dari chullo. Saya dulu membuat topi yang sangat bagus; saya seorang perajut andal,” cerita pria yang meminang Teodosia Marca Willy pada 44 tahun silam.
Buat Alejandro dan para pria perajut di Taquile, perubahan yang mereka saksikan baru-baru ini membuat usaha pelestarian budaya dan tradisi menjadi lebih penting. Karenanya, mereka terus mewariskan keterampilan merajut mereka kepada keturunannya.
“Kakek saya mengatakan, ‘Pria yang tidak merajut bukanlah pria,” ujar Alejandro.
Diketahui, pada 2005, seni tekstil dari Taquile sudah dianggap sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO. Alejandro pun jadi salah satu dari tujuh orang di pulau yang diakui sebagai Master Tekstil, bersama presiden pulau, Juan Quispe Huatta. (bpc2)