BERTUAHPOS.COM (BPC) , SIAK – Wajahnya yang polos, penuh tawa dan gembira, tak pernah terlihat sedih. Hari-hari yang mereka lalui dengan semangat belajar. Anak-anak ini terus melangkahkan kakinya menuju sekolah demi mencapai cita-citanya. Jarak yang lumayan jauh memang, namun mereka tetap semangat melangkahkan kaki.
Ya.. Inilah kisah anak- anak kampong 40 Siak yang mengejar cita- cita dengan fasilitas seadanya. Adalah Kampong Sidodadi, yang kini kerap disebut kampong 40, berada di kecamatan Buantan Lestari Kabupaten Siak. Kampung yang berdiri sejak tahun 2008 ini, memiliki 40 anak yang menimba Ilmu dengan kondisi sekolah seadanya.
Secara keseluruhan, Kampung ini dihuni oleh 209 KK, dengan rumah papan dan akses jalan menuju perkampungan pun masih sulit dilalui dengan sepeda motor. DItambah jalan yang berlubang dan debu ketika kemarau serta licin ketika hujan turun membuat perkampungan ini seolah terisolir.
Perkampungan ini memiliki 2 rumah ibadah dan 1 sekolah yakni SD negeri 01 Buantan lestari yang hanya memiliki 3 ruang yaitu kelas 1 sampaii 3 dan masing-masing kelas memiliki 6 kursi. Tenaga pengajar disini hanya tamatan SMA dan SMK sederajat.
Namun hal itu tak lantas menurunkan semangat anak- anak disana untuk belajar. Rindi (7) siswi kelas 2 merasa senang bisa belajar bersama ke enam temannya yang duduk dikelas 2.
â€Belajar menggambar, menulis, sama baca disekolah,â€ujarnya dengan penuh semangat kepada bertuahpos, rabu (13/4/2016).
Rindi bercerita dengan berjalan kaki bersama teman-temannya, mereka berbondong-bondong menuju sekolah dengan berjalan kaki
.“Berangkat dari rumah jam 7,30. Kami masuknya jam 8 buk. Pulang jam 12,â€ujarnya lagi.
Menurut keterangan Rindi, pernah selama 3 bulan proses belajar mengajar di sekolahnya dihentikan. Sontak hal itu membuat Rindi dan temannya yang lain merasa sedih.
â€waktu itu kami disuruh libur banyak, sekolah nya cuma 3 kali aja,†ceritanya.
Sebagai informasi, Kampung 40 ini diklaim oleh pemerintah Kabupaten Siak sebagai Kawasan Cagar Biosfer, sehingga Isu yang beredar dan mencuat kampung ini akan segera digusur oleh pemerintah Kabupaten Siak.
Menanggapi hal tersebut mayarakat Kampung 40Â merasa terintimidasi oleh pemerintah, jerih payah mereka dikampung itu kini harus berakhir dengan penggusuran.
(Baca juga : APBN dikucurkan dana 1,8 Miliyar untuk pembersihan cagar biosfer siak
Ditahun 2009, kawasan Giam Siak kecil-bukit batu kawasan ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer.
Jamal selaku tokoh masyarakat kampong 40Â tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi ke masyarakat mengenai hal tersebut.
â€Cagar biosfer baru ditetapkan tahun 2009, dan kampong ini ada sejak 2008, untuk tapal batas misalnya, atau plang pemberitahuan saja tidak ada,†sebutnya.
Ia juga menjelaskan kawasan cagar ini baru di gembar-gemborkan tahun 2014, sebelumnya mereka tenang, aman dan tentram menjalani kehidupan dan berjuang hidup ditempat itu.
“Jika ini memang kawasan Biosfer, mana buktinya? petanya harus jelas, apakah benar kami ini ada di kawasan Biosfer?,â€tanyanya.
Menurutnya keputusan yang dilakukan pemerintah dalam penggusuran kampong 40 ini terkesan mengintimidasi masyarakat, Sosialisasi tidak diberikan, lekang waktu 5 tahun pemerintah kabupaten siak hanya diam.
Â
“Sosialisasi tidak ada, seperti kemaren tanggal 9 April surat pertama dilayangkan ke kami, cap tidak ada, tembusan tidak jelas tiba-tiba isinya disuruh datang ke Polsek, namanya juga orang kampong buta hukum, tiba- tiba sampai disana 3 orang masyarakt disuruh tanda tangan, yang namanya orang awam melihat berpangkat-pangkat lebih dari 11 orang menggigil lutut dia, mau tidak mau akhirnya mereka tanda tangan juga, ada yang dikembalikan ke bungaraya, mempura,dengan upah 300 ribu rupiah perorang,†Jelasnya.
Kemarin (Rabu, 13/4/ 2016) Surat kedua dilayangkan kembali oleh Pemkab Siak. Isi masih sama, namun kali ini tembusan dan cap mulai tertera di surat tersebut. Dengan perkara kasus Tindak Pidana. Jamal kembali menceritakan, selang pemberian surat kedua proses belajar mengajar di sekolah terganggu,â€Belajar anak Cuma 3 kali seminggu, anak pun tiba-tiba mengatakan pada ibunya, kampung kita mau digusur ya mak, jadi sekolah kami gimana, kami mau sekolah dimana kalau digusur?. Tentu saja hal itu membuat orang tua sedih,” ceritanya.
Anak usia 7 tahun saja sudah terlihat terpukul mentalnya dalam hal penggusuran,â€ungkapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Melihat kehidupan dan perjuangan semangat mereka untuk hidup, akankah penggusuran ini tetap dilakukan?
Penulis : Ely