BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU-Pengelolaan 40 persen lahan gambut yang dijadikan area konsesi, dikhawatirkan akan merusak struktur gambut dan berefek fatal bagi kehidupan. Namun Perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melalui Direktur Social Capital RAPP Mulia Nauli menegaskan bahwa RAPP saat ini sudah menerapkan sistem teknologi ekohidro, yaitu sebuah sistem tata keloa air di lahan gambut.
Hal ini dinilai mampu menjaga kondisi lahan gambut untuk produktivitas jangka panjang di perkebunan HTI. “Kita tetap bisa mengelola lahan tanpa harus merusaknya. Ini sebuah sistem untuk mengatur level air sehingga pelepasan emisi karbon bisa dikurangi, namun tanaman tetap bisa tumbuh,” katanya.
Sejauh ini pihaknya tetap konsisten menjalankan sistem tersebut dalam pengelolaan lahan. “Kita buat kanal untuk mengatur air. Ini sudah dilakukan 2 sampai 3 generasi. Kita tahu kalau gambut itu kering akan menyebabkan banyak pelepasan karbon. Inilah gunanya pengaturan air,” sebut Nauli.
Diterapkannya sistem ekohidro ini akan tetap menjaga pengololaan air tersebut dan mengurangi degradasi gambut dan terap terjaga kelestarian lingkungan. Kata Mulia, pengelolaan air yang efektif mengurangi tingkat penurunan gambut.
Sebelumnya, dari 60 persen total lahan gambut di Kabupaten Pelawan, diprediksi 40 persennya sudah beralih menjadi area konsesi sawit dan akasia. Diantaranya perusahaan milik APRIL, seperti PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Hal ini disampaikan oleh Direktur Executive Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Wilayah Riau.
Kepada bertuahpos.com dia mengatakan, untuk area gambut di Pelalawan masih di dominasi RAPP dan Asian Agri. “Rata-rata RAPP dan Asian Agri, tapi masih banyak juga perusahaan lain,” katanya.
Namun gambut yang tersisa di Pelalawan tetap masuk dalam kategori zona kritis. Tidak ada jaminan keselamatan lahan gambut tersebut dari konsesi. “Jika izin penebangan perusahaan trsebut tidak di hentikan, maka akan habis,” tambahnya. (Melba)