BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Saat musim panas melanda, Pemerintah Provinsi Riau disibukkan dengan bencana asap. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerintah belum berhasil dalam menangani pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau.
Â
Menurut Pengamat Lingkungan Hidup Riau, Elviriadi punya catatan khusus untuk Pelaksana Tugas (Plt) Gubenur Riau Arsyadjuliandi Rachman terkait masalah ini. Jika asap tahun ini ada, artinya hal itu sudah cukup membuktikan bahwa kebijakan pemerintah Riau masih bersikap pasial. “Sifatnya mereka hanya ingin mengepung masalah yang ada. Bukan untuk menyelesaikan,” katanya, kepada bertuahpos.com , Kamis (14/04/2016).
Â
Dia menambahkan bahwa masalah sebenarnya yang harus dilihat oleh Pemerintah Provins Riau yakni perbaikan regulasi perusahaan pengelola hutan dan perkebunan di Riau. Sejumlah kasus perusahaan yang sudah masuk ke meja hijau tentunya sudah menjadi indikasi bahwa perusahaanlah yang menjadi akar penyebab masalah asap d Riau. Sebab itu pula pemerintah diminta bertindak tegas terhadap regulasi dan perizinan yang sudah diberikan kepada perusahaan itu.
Â
“Harusnya perbaikannya dari dulu. Regulasi dan audit rawa gambut. Pengecekan berkala kualitas lingkungan baik di luar maupun di dalam area perusahaan pemerintah harus ayomi semuanya,” tambah Dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suak Riau itu.
Â
Pemerintah Provinsi Riau dalam hal ini punya wewenang penuh untuk memberikan sanksi administrasi terhadap perusahaan “nakal”. Hingga saat ini dia masih meyakini bahwa problem gambut adalah problem regulasi, yang selama ini sudah dianggap melanggar aturan hukum alam.
Â
Secara siklus, dengan sendirinya perubahan fungsi rawa gambut dapat dilihat, apabila tumbuhan dilahan itu tergantikan dengan tanaman bukan gambut. Menurut Elviriadi, kehadiran Badan Restorasi Gambut (BRG) juga dianggap tidak kuat memberikan perubahan terhadap pemulihan gambut. Sebab lembaga ini tidak diberi wewenang untuk masuk menyelesaikan masalah gambut di area perusahaan.
Â
Kanal yang sudah dibuat dibeberapa perusahan juga tidak akan memberikan solusi terhadap kekeringan kadar air dilahan gambut. Kanal-kanal besar yang dibuat perusahaan secara tidak langsung akan mengeruk kadar air di wilayah gambut milik masyarakat.
Â
“Perusahaan dibuka sebesar-besarnya, air di bawah tanah itu bergerak menuju ke wilayah yang lebih rendah. Makanya kebun sagu di Meranti itu juga terbakar. Sebelumnya itu tidak pernah terjadi,” sambungnya.
Â
Penulis: Melba
Â