BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Pemerintah kali ini kembali kecolongan. Di tengah maraknya pertentangan tentang Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgander (LGBT), justru seorang itu rumah tangga, lewat akun Facebooknya mempublis sebuah sebuah foto buku pelajaran fiqih tentang syarat menjadi imam dalam solat.
Akun Facebook tersebut milik Yenni Putriana. Setelah melihat ketentuan yang tertulis dalam buku tersebut, diapun segera mengunggahnya ke media sosial. “Ass Pak Widodo F Hardjono. Maaf mau sharing. Dalam buku pelajaran fiqih penerbit yudistira, anak ku kelas 2 SD ada pelajaran tentang syarat menjadi imam? Mohon bantuannya pak agar anak tidak salah kaprah,” tulis Yenni dalam akun Facebooknya.
Postingan itu dinaikan pada 5 Maret pukul 21.22 WIB. Dalam buku itu dituliskan bahwa syarat menjadi imam adalah laki-laki yang baik akhlaknya dan fasih bacaan Al-qurannya. Buku itu menuliskan ada 3 sarat penting agar tentang imam dalam solat diantaranya;
Pertama, adalah seorang laki-laki, apabila makmumnya laki-laki, perempuan dan banci. Syarat kedua, imam perempuan, apabila seluruh makmumnya perempuan. Dan syarat ke tiga, imam boleh dilakukan oleh banci, apabila seluruh makmumnya perempuan.
Hadirnya informasi tentang tata cara imam dalam solat pada buku pelajaran akan SD tersebut, tentunya sangat menkhawatirkan masyatakat. Apalagi di tengan maraknya isu komutas LGBT itu yang meminta hak sama kepada pemerintah.
“Buku-buku seperti ini akah sangat mengkhawatirkan bagi orang tua. Sebab, ini nantinya takut diikuti oleh anak-anak,” kata Randi, seorang kepala rumah tangga di Jalan Purwodadi, Pekanbaru kepada bertuahpos.com, Kamis (10/03/2016).
Dia menyebutkan, di tangah masyarakat mengkhawatirkan tentang maraknya transgender, lembaga pendidikan justru kecolongan untuk melakukan pengawasan. Para orang tua, kata dia sudah berupaya keras untuk memberi pengawasan terhadap keterbukan informasi di internet. Harusnya hal seperti ini juga bisa diantisipasi oleh pihak sekolah.
Hebohnya kabar LGBT sempat mencuat beberapa waktu lalu. Bahkan Komisi Penyiara Indonesia (KPI) sempat mengeluarkan 2 kali rilis tentang pelarangan orang dengan ciri-ciri demikian untuk tampil di televisi. Namun demikian, tentunya sangat disayangkan, di tengah pemerintah melarang komunitas itu untuk hadir di tanah air, anak-anak justru mengetahunya lewat bangku sekolah.
Penulis: Melba