BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Selain akses jalan utama yang curam dan terjal, sejumlah desa di Kampari Kiri Hulu, Kabupaten Kampar juga kesulitan listrik. Jaringan PLN hanya masuk beberapa kilo dari jalur lintas masuk Lipat Kain, Kecamatan Kampar Kiri.
Ketua Persatuan Anak Negeri Pangkalan Kapas (Pangkas), Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Arika Harmon menceritakan bahwa hampir seluruh masyarakat di desa tersebut hanya mengandalkan genset dan disel, sebagai penerangan rumah mereka. Listrik desa, hanya hidup dari pukul 17.00 WIB, hingga Pukul 22.00 WIB.
“Setelah itu, kampung-kampung di sini seperti kampung mati. Cari masyarakat yang masak nasi pakai magigcom saja susah. Kalau malam kampung kami ini gelap seperti desa tak bertuan,” katanya.
Bertuahpos.com melihat bagaimana aktifitas masyarakat di desa ini saat malam hari. Sebagian para orang tua mengungsi ke warung-warung kecil yang ada aliran listrik. Mereka membawa anak-anaknya untuk nonton televisi.
Untuk mendapatkan akses jaringan listrik dari pemerintah, sebenarnya sudah sejak lama mereka ajukan. Namun tetap saja sampai hari ini tidak ada realisasi. Itulah yang membuat sebagian besar masyarakat di desa ini, marah. Jefri Nor, selaku Bupati Kampar, dianggap tidak pernah peduli dengan keadaan masyarakat di Kecamatan Kampar Kiri hulu ini.
Sementara ini, bayar iuran listrik perbulannya, jauh lebih mahal jika dibanding harus membayar tagihan listrik perbulan ke PLN. Warga di beberapa desa di Kecamatan Kampar Kiri Hulu ini, harus merogoh kocek hingga Rp 150 ribu perbulannya untuk iuran listrik. Sementara litrik desa hanya hidup 6 jam saja. Sementara bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan, paling hanya mengeluarkan biaya Rp 100 ribu sampai Rp 150 perbulan, untuk menikmati falisitas listrik 24 jam.
Sementara itu, ketika musim penghujan, debit air yang tinggi juga menenggelamkan desa mereka, dan merusak infrastruktur jalan utama sebagai akses masyarakat.
“Melihat kondisi seperti ini, apakah salah jika kami beranggapan bahwa Pemerintah Kabupaten Kampar pilih kasih. Padahal, kami di desa – desa ini juga masyarakatnya. Yang juga ikut mempercayakan tampuk kepemimpinan kepada mereka,” kata Arika.
Jika masyarakat ingin berlama menikmati listrik, mereka harus menurunkan genset sendiri. Tentu saja cost untuk bensin bertambah. Hampir semua desa di wilayah ini bernasib sama. Listrik yang terbatas, akses infrastruktur yang mereka dapatkan juga sangat jauh dari kata layak. Padahal, mereka juga punya pemerintah yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat.
Penulis: Melba