Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Provinsi Riau, Syarifuddin mengatakan kondisi demikian terjadi sejak BPD dibentuk untuk terlibat dalam rencana pembangunan desa. Masalah perbedaan pandangan selalu saja menjadi pemicu konflik antar 2 lembaga desa tersebut.Â
“Sejatinya mereka itu saling beriringan dengan memberikan dukungan satu sama lain. BPD dalam hal ini bertugas sebagai pengawasan terhadap pembangunan desa,” ungkapnya kepada bertuahpos.com di Pekanbaru, Minggu, 31 Maret 2019.
Dia menyebut, akar masalahnya tidak lain adalah euforia kemenangan pihak tertentu dalam Pilkades. Sementara yang kalah menjadi BPD. “Nah, kalau seperti ini muncul penyakitnya. Pihak yang kalah tentu saja memanfaatkan posisinya untuk tidak mendukung pihak yang menang dalam Pilkades. Biasanya seperti itu,” jelasnya.
Syarifuddin menyebut, masalah-masalah itu sebenarnya tidak perlu lagi terjadi. Sebab akan sangat memberikan pengaruh buruk pada pembangunan desa. Jangan sampai karena masalah pribadi harus mengorbankan kepentingan masyarat di desa-desa mereka.
Diungkapkannya, dia tidak menapikkan memang masih ada beberapa desa yang Kadesnya “bandel”. Namun sebaiknya pihak-pihak yang berkaitan, juga bijak dalam menyikapi persoalan-persoalan demikian.
Dengan kata lain, tidak perlu harus mengumbar masalah itu keluar. Selagi masih bisa diselesaikan secara internal, sengketa antara Kades dengan BPD tidak menimbulkan keresahan masyarakat.
Syaripuddin menganjurkan, terhadap Kades-Kades yang bandel, BPD bisa adukan masalah tersebut ke pihak camat hingga jajaran bupati. Sebab sudah ada garis koordinasi jelas sebagai penyelenggara pemerintahan untuk menyelesaikan persoalan di wilayahnya.
“Jangan diumbar-umbar ke publik, buat status di sosial media, apalagi sampai terbongkar di media massa. Saya harap BPD dan Kades bisa saling mengerti bahwa tugas mereka sama-sama untuk membangun desa,” katanya. (bpc3)