BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Adanya pembahasan Ranperda RTRW Riau yang tengah digarap kalangan legislatif Riau harus dicermati dengan kritis.
Soalnya, sampai SK 393 yang dikeluarkan Menhut LHK masih belum terlihat indikasi penyelamatan lingkungan dan ekosistem gambut.
Menurut Pengamat Lingkungan Elviriadi, bahkan yang dominan dibahas adalah soal kawasan hutan yang semula diduduki cukong tanpa prosedur pelepasan kawasan.
Dia menyebutkan dalam jangka pendek, pemutihan areal hutan akibat SK 393 tanpa memandang wilayah itu sebagai kawasan tangkapan air, kubah gambut, ataupun kawasan lindung satwa.
“Seharusnya ada kajian lingkungan hidup strategis, ada penentuan titik hidrologi tanah dan validasi ilmiah sebelum Tim Terpadu menfinalkan rekomendasi ke Menhut. Kalau ditolak mundur aja, dan beberkan ke publik. Tapi kan mental ideologis, idealisme semacam itu amat langka di negeri kita,” katanya.
Dia menambahan, untuk saat ini belum terlambat bagi masyarakat Riau, khususnya DPRD Riau untuk menolak sentralistik maniak dari RTRW versi pemerintah pusat itu, kalau mau Riau selamat. Kalau tidak, titik api akan menjadi-jadi sampai beberapa tahun ke depan.
“Saya akan komunikasi dengan Ibu Siti, kok jadi meleset begini. Kan Kementerian LHK lagi gencar-gencarnya tentang perhutanan sosial, dukung masyarakat adat dengan kearifan lokalnya. Ini malah hutan adat buah kearifan lokal Desa Rumbio jadi perkebunan sosial, yang merampok tanah negara malah digratiskan dan diputihkan,” sambungnya.
Menurut hemat dia, solusi yang tepat dalan upaya penyelamatan yakni dengan cara pertahankan perusahaan itu di kawasan hutan, lalu gugat perdata. Perkebunan illegal harus dieksekusi dan biarkan hutan jadi rimba belantara. “Nah, baru ada keseimbangan antara pembangunan dengan daya dukung lingkungan,” katanya.
Penulis: Melba Ferry Fadly