BERTUAHPOS.COM, JAKARTAÂ — Bupati Tapanuli Tengah nonaktif, Raja Bonaran Situmeang, melaporkan salah seorang petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Kamis 15 Januari. Dalam laporannya, Bonaran menuding Wakil Ketua KPK itu menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
“Saya belum bisa cabut (laporan) karena ada pidananya. Soal suap yang diterima oleh Akil Mochtar,” ujar Bonaran di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (25/2).
Tuduhan tersebut tentu bukan tanpa alasan. Kepala daerah yang diusung PDIP, Golkar, dan Hanura itu geram lantaran dia ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus suap pada 20 Agustus 2014 oleh KPK.
Di balik kegeraman Bonaran, ia mengatakan ada rentetan peristiwa yang membuatnya berani melaporkan Bambang Widjojanto. Semua bermula dari persidangan sengketa pilkada yang akhirnya memenangkan dia.
Dalam kasus yang menjadikan dia sebagai terangka, Bonaran disangka menyuap Akil senilai Rp 1,8 miliar. Duit dikirim ke rekening perusahaan istri Akil, CV Ratu Samagat, dengan slip setoran bertuliskan ‘Angkutan Batu Bara.’ Suap tersebut digunakan untuk memuluskan perkara yang gugatannya diajukan rivalnya, Dina Riana Samosir dan Hikmal Batubara, ke MK.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tapanuli Tengah menetapkan Bonaran dan pasangannya Sukran Jamilan Tanjung memenangkan pilkada. Namun lawan mereka di pilkada, Dina dan Hikmal, mengajukan gugatan ke MK. Dina memberikan kuasa pada Bambang Widjojanto yang ternyata kini menjadi wakil ketua lembaga antirasuah. Saat sengketa pilkada itu terjadi, Bambang masih berprofesi sebagai pengacara dan belum menjabat di KPK.
Merujuk pada putusan MK Nomor 32/PHPU.D-IX/2011 di laman resmi lembaga itu, Dina-Hikmal melalui kuasa hukumnya, Bambang Widjojanto, mendalilkan terdapat pelanggaran asas secara masif dan terstruktur. Pelanggaran tersebut dilakukan Kepolisian Resor Tapanuli Tengah dengan bertindak tidak netral dan melakukan pembiaran atas terjadinya berbagai intimidasi dan pelanggaran pilkada lainnya di TPS dan tempat lain pada Maret 2011.
Namun Bonaran membantah tudingan itu. Menurutnya, Kepolisian dan pihaknya tidak melakukan intimidasi terhadap petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Apa yang dikemukakan Bambang selaku pengacara lawan politiknya, disanggah Bonaran di pengadilan.
Atas gugatan tersebut, sembilan hakim melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim pada hari Rabu, 22 Juni 2011. Salah seorang di antaranya Akil Mochtar. Majelis memutuskan gugatan Dina-Hikmal melalui Bambang ditolak. Alhasil, MK mengukuhkan keputusan KPUD Tapanuli Tengah dengan memenangkan Bonaran dan pasangannya, Sukran Jamilan Tanjung.
Namun dalam perkembangan, Akil Mochtar terseret kasus suap pilkada, dan KPK menemukan tindak pidana suap dalam putusan MK tersebut. Bonaran disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pledoi Akil
Tak terima disangkakan, Bonaran melaporkan Bambang ke Bareskrim Polri. Menurut kuasa hukum Bonaran, Wilfrid Sihombing, dasar pelaporan tersebut yakni pledoi Akil saat bersidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Juni 2014. Pada saat itu Akil menyatakan ada pimpinan KPK yang tidak bersih dari korupsi.
Bambang dituding Bonaran menjadi salah seorang pimpinan KPK yang terjerat korupsi. Bonaran menduga suap-menyuap terjadi antara Bambang dan Akil. Tepatnya ketika Bambang menjadi kuasa hukum dari pasangan calon Bupati Kotawaringin Barat, Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto.
Pertengahan tahun 2010, Bambang mengajukan gugatan sengketa Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat ke MK. Bambang membela kliennya, Ujang, yang tak terima dinyatakan kalah dari rivalnya, Sugianto Sabran dan Eko Suwarno oleh KPUD Kalimantan Tengah. Ujang merasa dicurangi oleh Sugianto karena Sugianto ditengarai membeli 12 ribu suara. Dalam sidang sengketa tersebut, 68 saksi dihadirkan.
Hakim yang menangani perkara tersebut lagi-lagi Akil Mochtar. Pada 30 Juni 2010, Akil memutuskan gugatan Ujang diterima. MK memutuskan Ujang Iskandar sebagai Bupati Kotawaringin Barat yang sah.
“Pak BW (Bambang Widjojanto) pernah satu mobil dan meminta tolong Pak Akil. Posisinya Pak BW adalah kuasa hukum dari salah satu pasangan Bupati Kotawaringin Barat. Kami meminta Pak BW diperiksa sesuai dengan keterangan Pak Akil. Ada apa di balik itu?” ujar Wilfrid ketika dikonfirmasi, Minggu (25/1).
Saat itu, kata dia, Bambang menumpang mobil Akil dari Gedung MK di area seputar Monas menuju kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Namun, ketika dikonfirmasi soal adanya upaya balas dendam dari Bonaran pada Bambang, Wilfrid menampiknya. “Kami tak pernah melakukan balas dendam. Kami meminta KPK harus bersih. Kami serahkan ke Kepolisian. Polisi punya kewenangan untuk mencari alat bukti,” ucap Wilfrid kepada CNN Indonesia.
Sebelum Bonaran melaporkan Bambang, Wakil Ketua KPK itu sudah dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri atas kasus pemberian keterangan palsu di persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, tahun 2010.
(sip/CNNIndonesia)