Hal ini diungkapkan kepada Pemprov Riau sebagai bentuk referensi atas opsi solusi yang ditawarkan. Bahwa kondisi kapal nelayan di Riau masalah dasarnya mirip dengan persoalan yang kini dihadapi nasional. “90 persen lebih kapal nelayan di Riau ini kapal tradisional,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, pemerintah sudah menyalurkan sebanyak 27 kapal nelayan jenis 30 GT (gross ton) untuk nelayan di Provinsi Riau. Namun pada realitasnya hanya 5 kapal yang bisa dioperasikan oleh nelayan. Selebihnya, 22 kapal lagi mangkrak, hanya tertambat dipelabuhan.
Dia menilai, cerak cepat dari pemerintah masih minim untuk melakukan penyuluhan kepada nelayan. Sehingga pola-pola lama masih dipakai. Menurutnya, minimnya penyuluhan dari dinas terkait kepada nelayan menjadi salah satu penyebab mengapa produktivitas nelayan di Riau sedikit.
Sasaran penyuluhan oleh pemerintah, menurut Rokhmin, juga harus tepat sasaran. Jika memang sebagian besar nelayan di Riau masih menggunakan kapal tradisional, artinya sasaran utama penyuluhan yakni mereka (nelayan) yang benar-benar miskin. Sebab jika berhasil nelayan tersebut bisa dijadikan sebagai pilot project.
Misalnya, menurut Rokhim, bantuan kapal 30GT jika dipakai nelayan untuk menangkap ikan dengan hasil yang memakmurkan, maka nelayan-nelayan lain akan mudah untuk ikut. Sebab tidak dinapikkan bawah sikap untung rugi dalam sebuah tindakan masih melekat kuat di sebagian besar masyarakat.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan ProvinsiRiau, Herman menanggapi, bahwa nelayan di Riau cenderung menganut pola one day one trip, dengan wilayah opersioal yang juga sangat terbatas, yakni hanya diperairan sekitar pantai saja.Â
“Rata-rata nelayan masih beroperasi di perairan pantai, tidak bisa keluar, kebiasaan nelayan kita di sini itu one day one trip, pergi pagi pulang sore, ini yang agak berat bagi saya untuk mengimbau agar mereka bisa beroperasi di luar,” kata Herman.
Data yang diungkapkan Herman, dominasi kapal nelayan di Riau dengan spesifikasi 5GT dengan taksiran jumlah sebanyak 6.000 unit kapal.Â
Sedangkan nelayan yang menggunakan kapal dengan kapasitas 10GT hanya sekitar 700 lebih. Lalu untuk kapasitas 10GT hingga 30GT ada sekitar 360 unit, dan kapasitas kapal nelayan 30GT-60 GT hanya 27 unit saja.
Diungkapkan Herman, sebanyak 27 unit kapal nelayan dengan kapasitas 30GT itu merupakan bantuan dari kementerian terkait, dan hanya 5 kapal yang dioperasionalkan.Â
Selebihnya, ada 22 kapal jenis itu justru dibiarkan mangkrak di pelabuhan karena nelayan tidak bisa mengoperasionalkan kapal-kapal tersebut. “Jadi memang SDM perikanan perlu kembali dibenahi,” tuturnya. (bpc3)