BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Aktivis Lingkungan Riau, Johny Setiawan Mundung mengkritisi pemerintah yang tak punya solusi efektif untuk mengatasi kebakaran hutan dan karhutla dan asap di Riau. Pasalnya, karhutla dan asap ini sudah terjadi sejak 22 tahun yang lalu.
Dikatakan Johny, karhutla yang menimbulkan asap parah dimulai pada tahun 1997, dan terus berulang pada tahun 1999, 2002, 2005, hingga sekarang.
“Karena terus berulang, pemerintah harusnya sudah memiliki cara efektif untuk menghentikannya. Sudah 22 tahun, kita terus terkena asap karena karhutla,” ujar Johny kepada bertuahpos.com, Senin 16 September 2019.
Di sisi lain, Johny juga mendesak pemerintah segera mengevakuasi masyarakat Riau. Langkah evakuasi ini harus diambil karena Riau yang kini dalam status darurat asap.
Dipaparkan Johny, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Mitigasi Bencana, harusnya pemerintah saat ini sudah menyiapkan semua kebutuhan masyarakat Riau yang tak bisa lagi menghirup udara segar karena asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Baca :Â Jarak Pandang di Pekanbaru 800 Meter, BMKG Sebut Tak Ada Potensi Hujan di Riau Hari Ini
“Hak masyarakat Riau untuk menghirup udara segar itu sudah hilang. Maka, pemerintah harusnya sudah menyiapkan segala keperluan untuk mengungsi ke tempat dimana masyarakat bisa mendapatkan hak itu kembali. Baik itu bus atau pesawatnya, air bersihnya, dan lain sebagainya. Itu adalah perintah UU,” jelas Johny.
Perintah evakuasi warga ini, lanjut Johny, berasal dari UU. Karena itu, pemerintah harus menaati perintah UU tersebut.
Jika proses evakuasi tak dilakukan, maka sesuai UU, pemerintah wajib memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada masyarakat Riau, yang kehilangan haknya untuk menghirup udara segar.
“Jika tak ada satupun langkah diatas yang dilakukan pemerintah, maka masyarakat harus menggugatnya. Gugatan ini bisa dilakukan di Pengadilan Negeri. Kalau ada masyarakat yang bertanya, apa yang bisa dilakukan di tengah asap ini? Ya gugat pemerintah, yang tak bisa memberikan hak masyarakat untuk menghirup udara segar,” pungkas Johny. (bpc2)Â