BERTUAHPOS.COM (BPC)– Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diterapkan pemerintah masih menuai pro dan kontra. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 sebaiknya dibatalkan.
Seperti yang dilansir dari liputan6, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri merupakan kebijakan yang kontra produktif serta tidak mempunyai empati ditengah lesunya perekonomian. (Baca: Pelayanan BPJS di Rumah Sakit Buruk)
Dia juga mengatakan kenaikan iuran juga membuat BPJS Kesehatan tak ada bedanya dengan asuransi komersial. (Baca: Kepatuhan Peserta Mandiri BPJS Kesehatan Bayar Iuran Masih Rendah)
“Kenaikan tarif BPJS juga merupakan pelanggaran prinsip gotong royong yang menjadi jiwa asuransi sosial dalam BPJS. Jika tarif BPJS terus dinaikan apa bedanya dengan asuransi komersial? Kenaikan iuran BPJS bisa dikategorikan melanggar nawacita,” kata dia dalam keterangan pers, Jakarta, Senin (14/3/2016).
Alasan lain, YLKI menilai bila BPJS Kesehatan belum mempunyai standar pelayanan yang jelas sehingga mengecewakan masyarakat. Dia bilang, banyak pasien yang ditolak opname di rumah sakit tanpa alasan yang jelas.
Menurut Tulus, jika pemerintah ingin menaikan iuran seharusnya dibebankan pada Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang menjadi tanggung jawab negara.
“Pemerintah harus menambah besaran iuran PBI sebagai tanggung jawab konstitusional negara bahwa kesehatan adalah hak asasi warga negara,” imbuh dia.
Tulus juga menuturkan seharusnya BPJS Kesehatan serta pemerintah tidak beranggapan bahwa setelah ada iuran masyarakat tidak mengeluarkan belanja kesehatan. Dia bilang justru masyarakat lebih banyak mengeluarkan biaya karena buruknya pelayanan BPJS Kesehatan.
Selain itu, pihaknya juga menilai berapapun iuran yang diberikan tidak akan menambal jebolnya finansial apabila tidak adanya perbaikan dari sisi hulu.
“Yakni memperbaiki perilaku hidup sehat masyarakat (dengan tindakan promotif) dan mengendalikan distrust (ketidakpercayaan) masyarakat pada pelayanan kesehatan tingkat dasar,” jelasnya
Sumber: liputan6