BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Tim Kuasa Hukum, Agus Salim, ternyata sangat jeli melihat celah kelemahan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam mendakwa, Agus Salim, klien mereka.
Tim Penasehat Hukum: Adi Murphi Malau, SH.,M.H., Ahmad B. Lumban Gaol, S.H., Mangabdi Silaban, S.H., dan Martinus Siahaan, S.H..
Â
Ironisnya, Eksepsi Tim Penasehat Hukum, dalam persidangan ke-2 (14/1) mengungkap serangkaian unsur: intrik, intimidasi dan teror, yang dilancarkan pelapor terhadap klien mereka itu.
“Malah, oknum Jaksa dan Oknum TNI dilibatkan untuk mengintimidasi serta meneror Agus Salim, di Rutan, Sialang Bungkuk,” kata Penasehat Hukum.
“Justru pelapor meminta klien kami memutus kuasa dengan kami dan menyiapkan Pengacara sebagai penggantinya. Dengan iming-iming: hukuman klien kami bisa diringankan,” kata mereka.
Selain itu, Eksepsi ini juga menepis Dakwaan JPU yang tidak proforsional. Karena tidak berhasil mendeskripsikan struktur peristiwa pidana yang didakwakan secara lengkap.
Bagaimana mungkin, jelas Eksepsi itu tuduhan pemalsuan tanda tangan, tanpa pemeriksaan labkrim? Tanpa tanda tangan pembanding.Â
“Dakwaan semata-mata atas poto copy dari surat poto copy. Padahal, jangankan menggunakan surat palsu, melakukan pemalsuan pun klien kami, tidak ada.” kata mereka
Yang lebih parah, terungkap dari eksepsi justru seharusnya yang bertindak sebagai pelapor justru pihak yang diduga tanda tangannya dipalsukan.
“Dalam hal ini Kepala Desa. Bukan Herman Sani, sebagai pihak yang mengklaim pemilik lahan,” kata Kuasa Hukum.
Surat yang digunakan oleh terdakwa sebagai alas hak kepemilikan dalam penguasaan objek tanah adalah:
Akta Jual Beli Tanggal 21 Februari 2001 Jo. SKPT No. 167/590/1984, Akta Jual Beli tanggal 21 Februari 2001 Jo. SKPT Nomor: 314/590/ 1984, Akta Jual Beli tanggal 21 Februari 2001 Jo. SKPTÂ No. 224/590/ 1984 yang saat ini sedang dalam proses berperkara di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Sebaliknya, surat yang dipergunakan terdakwa adalah SKPT. No. 167/590/1994, An. Darnuzal, SKPT. No. 224/590/1984, An. Arman Ary, SKPT. No. 314/ 590/1984 An. Hasan Basri.
Adapun bukti Terdakwa telah mengunakan ke tiga surat ini yaitu telah dilakukan pengikatan jual beli antara Terdakwa dengan Sdr. Tumpal Manik, SH yaitu Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanggal 9 Oktober 2009;
Atas semua paparan bukti-bukti itu, Penasehat Hukum kemudian, mengutip Ahli Pidana M. Yahya Harahap:Â
“Mengenai ancaman atas kelalaian merumuskan surat dakwaan yang tidak cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan adalah dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum (null and void).Â
Sifatnya adalah “imperativeâ€. Tidak ada pilihan hukum bagi hakim selain dari pada menyatakan dakwaan batal demi hukum”.
Kronologi Petistiwa
Untuk diketahui, Agus Salim, warga Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, mulai duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Pekanbaru (10/1).
Agus Salim, didakwa Pince, S.H., sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan pemalsuan surat dan menggunakannya untuk mengklaim lahan milik Herman Sani di Jalan Badak Ujung, Kelurahan Sail, Tenayan Raya, sebagai miliknya.
Perbuatan itu, dilakukan Agus Salim sekitar tahun 2011 hingga 10 Agustus 2017.Â
Locus Delictinya, pertama, di Jalan Hang Tuah, Gang Akhir, No 107 Kota Pekanbaru, Jalan Tenayan Raya RT.002 RW.014, Kelurahan Sail, Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru.Â
Kedua, Jalan Cimpedak 1 Gang Perwira RT.04 RW.02 Kelurahan Industri Tenayan Raya Kota Pekanbaru.
Ketiga, di Simpang Jalan Harapan Raya dengan Jalan Hang Tuah Pekanbaru. Dan, kermpat, di Jalan Tenayan Jernih Gang Cempedak I RT.05 RW.14 Kelurahan Sail, Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru.
Atas dugaan pemalsuan dan klaim lahan itu Agus Dalim didakwa pasal berlapis. Kesatu, Padal 263 KUH Pidana yaknj tentang pemalsuan surat. Ancamannya, 6 Tahun Penjara.
Dakwaan kedua, Pasal 358 Ayat (1): Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan cara, menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband sesuatu tanah yang belum bersertifikat. Ancamannya 4 Tahun Penjara.
“Padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain,” kata JPU.
Dari dakwaan terungkap, dugaan pemalsuan ini diketahui korban Herman Sani, sekitar tahun 2014 lalu.Â
Ketika itu ia mendapati lahannya seluas 4 hektare di Jalan Badak Ujung telah dirusak seseorang.
Herman Sani sebagai pemilik lahan itu berdasarkan bukti kepemilikan SKGR, Nomor 183 /590/TR/2010, dan Nomor 184/590/TR/2010.
Atas peristiwa pengrusakan itu, Herman Sani, kemudian melapor ke polisi. Dari penyelidikan terungkap, Agus Salim lah pelaku pengrusakan itu.
Namun, Agus Salim tentu saja, punya dasar mengelola tanah tersebut. Sebab, katanya, lahan itu milik Ibrahim, ayah kandungnya sendiri.
Ibrahim memperkuat klaim anaknya atas lahan itu sesuai Surat Akta No. 515/SH/1987.
Herman Sani, kemudian melaporkan kasus ini ke Polda Riau. Penyidik Polda Riau setelah melakukan penyidikan menduga, surat ini, justru palsu. Agus Salim, kemudian ditangkap dan ditahan.Â
Ironisnya kata kuasa hukum, sedari awal oknum penyidik di Subdit I diduga kuat ikut bermain dengan kubu Herman Sani untuk memuluskan kasus ini agar berkasnya segera dilimpahkan ke Jaksa. Dengan merekayasa BAP.
Kamis (14/1) kemarin sidangnya memasuki tahap Eksepsi Tim Penasehat Hukum atas Dakwaan JPU.
Selain menelisik serangkaian rekayasa, Tim Penasehat Hukum juga menuding penerapan pasal yang salah oleh JPU.
Untuk itu, tidak ada dasar bagi Majelis untuk tidak membebaskan terdakwa.
Majelis terdiri dari: Ketua Majelis, Sorta Ria Neva, SH., M.Hum beserta Hakim Anggota: Abdul Azis, SH., MH dan Yudis Silen, SH., M. Hum. (rilis)