Oleh: Sofyan Siroj, Lc, MM
Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar-Riau.
3 peristiwa pemboman terjadi dalam waktu yang sama di Surabaya. Peristiwa pemboman ini menyasar 3 rumah ibadah (gereja) di tiga tempat berbeda dalam rentetan waktu. Sebagai saudara sebangsa, Kita patut berduka cita dan berbela sungkawa. Dan mengutuk tindakan ini sebagai perbuatan yang keji dan paling dibenci dalam ajaran agama apapun.
Peristiwa pemboman ini adalah bukti, bahwa terorisme adalah musuh kita bersama. Karena dia terjadi di Negara mana saja. Tak memandang siapa mayoritas yang mendominasi Negara tersebut. Apalagi dengan semakin tidak adilnya stigmatisasi dan pemberitaan media massa, yang selalu mengaitkan tindakan terorisme dengan Islam. Padahal jelas bukan. Toh di Indonesia yang mayoritas muslim saja terorisme juga terjadi.
Noam Chomsky seorang pakar social, dalam bukunya berjudul The Culture of Terorism mengatakan bahwa, secara kultur dan psikologis umumnya aksi terorisme terjadi ketika ada pihak minoritas yang tertindas. Dan mereka melakukan teror sebagai bentuk protes keras melalui cara-cara anarkis, dengan tujuan memaksa mayoritas penguasa merubah kebijakan atau dengan tujuan balas dendam. Sedang Indonesia muslim bukan minoritas, bahkan mayoritas.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo pun telah menanggapi peristiwa ini dalam pernyataannya dalam jumpa pers di RS Bhayangkara, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018). Salah satu potongan pernyataan tersebut beliau mengatakan. “Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama apa pun. Semua ajaran agama menolak terorisme apa pun alasannya.â€
Jadi sudah jelas, perlu digali lebih dalam apa motivasi aksi teror ini dan paling utama siapa otak sesungguhnya. Jangan sampai Negara hanya ikut opini dari luar, yang jelas hanya semakin membuat aksi terorisme ini terus terjadi ke depannya dan masyarakat menjadi tumbal bagi oknum-oknum yang rela meghancurkan Negara ini demi materi atau motivasi lainnya. Jangan sampai harta yang paling utama yang telah dimiliki bangsa ini berabad-abad, sirna. Yakni persatuan dan kesatuan. Inilah bisa menjadi pertaruhan paling mahal dari peristiwa ini jika tidak disikapi secara maksimal.
Adu Domba
Berbagai peristiwa terorisme yang telah terjadi jelas sebagai upaya adu domba. Apalagi dalam waktu berdekatan, berbagai peristiwa yang melibatkan unsur agama terus terjadi. Selain pemboman oleh teroris, ada peristiwa melukai tokoh agama, perusakan masjid dan kitab suci. Kemudian berlanjut kerusuhan di Mako Brimob, aksi 2 orang wanita yang ingin melukai polisi dan ditutup dengan bom gereja di Surabaya. Jika ditarik benang merah, maka tampak pola di sini. Disamping membenturkan antar umat beragama, juga membenturkan dengan polisi sebagai aparat keamanan.Â
Namun sayangnya, sejauh ini pihak keamanan malah tidak bisa “menjaga diri†untuk tetap profesional dalam menjalankan fungsinya untuk membongkar aktor utama dibalik kebiadaban aksi terorisme. Dapat kita saksikan, petinggi kepolisian terus saja disibukkan melayani dan membeberkan informasi mengenai detail kejadian ke media massa. Akhirnya suasana semakin mencekam dan ujung kasus juga tidak jelas akhirnya.
Kita seharusnya belajar profesional tentang bagaimana penindakan terorisme di belahan dunia lain.Â
Terutama di Negara-negara Barat semisal Amerika Serikat. Informasi mengenai kasus sangat terbatas dan dibatasi. Sehingga suasana mencekam dapat diredam, dan pihak keamanan dapat bekerja dalam diam untuk terus menggali setiap temuan yang dapat mengungkap siapa aktor sesungguhnya dibalik kejadian. Karena setiap informasi selain dapat membuat aktor teroris kabur, juga malah akan semakin memperkuat organisasi teroris tersebut. Dan di sisi lain memperlihatkan betapa lemahnya Negara, terutama intelijen dan perangkat keamanan.
Maka jangan salahkan jika ada penilaian dari kalangan masyarakat yang mengesankan bahwa dalam paska aksi teroris, pihak aparat keamanan justru malah menjadi alat atau dimanfaatkan organisasi teroris seperti ISIS untuk memperkuat klaim merekalah pelakunya. Padahal belum tentu. Dan dalam dunia intelijen, ikut klaim jelas sesuatu hal yang tidak cerdas.Â
Waspada
Mengingat terorisme telah menjadi musuh bersama bagi semua elemen bangsa, maka agar kita dapat memberi dukungan dan do’a agar aparat keamanan dapat membongkar aktor utama tindak teroris yang telah terjadi, terutama bom di 3 gereja di Surabaya yang menyebabkan sekitar 13 korban tewas dan korban luka 41 orang.
Selain upaya di atas, maka selain media massa untuk tidak mengeksploitasi peristiwa pemboman sebagai bahan pemberitaan, Kita sebagai masyarakat juga punya peran utama agar dapat memulihkan situasi paska kejadian tersebut. Yang paling penting bagaimana menjaga keutuhan dan persaudaraan sebagai bagian dari NKRI. Karena jika paska kejadian ini terjadi gesekan, maka para aktor dibalik tindakan keji terorisme tadi telah berhasil.
Jangan sampai peristiwa ini membuat bangsa ini berpecah belah. Karena itulah yang diinginkan oleh para pelaku dan perencananya yang pada dasarnya jelas-jelas bukan orang yang beragama. Karena yang dikorbankan dari aksi terorisme dan kekerasan yang terjadi beberapa waktu belakangan menimpa semua pemeluk agama. Maka, saatnya satukan hati dan jiwa serta pikiran untuk melawan adu domba ini. Inilah kunci untuk mengalahkan terorisme itu sendiri.***
Â
Redaksi bertuahpos.com menerima kiriman tulisan, dalam bentuk opini, kajian, hasil penelitian, dan lainnya. Tulisan bisa dikirim ke alamat email: redaksi@bertuahpos.com. Setiap tulisan yang masuk akan diseleksi oleh redaksi sebelum diterbitkan.