BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Kota Pekanbaru masuk dalam kota tak layak huni. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia, Kota Pekanbaru berada di posisi ke-6 kota tidak layak huni se-Indonesia.
Hasil survei ini cukup mengagetkan beberapa pihak di Riau, bahkan Ketua ASITA Riau Dede Firmansyah juga ikut mengomentari tentang hasil survei tersebut.Â
Menurut Dede, salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan Pekanbaru, selain memperbaiki masalah tata kota lainnya, yakni bagaimana komitmen pemerintah untuk menjadikan Kota Pekanbaru sebagai tujuan wisata bisa serius untuk dilakukan.Â
“Mengembangkan pariwisata di Pekanbaru secara maksimal menurut saya itu salah satu solusi. Karena ini sudah mengangkup dalan perbaikan kota secara keseluruhan. Mulai dari drenase, transportasi dan segala macam,” katanya.Â
Dia menambahkan, pariwisata itu terkoreksi pada semua instansi. Artinya perlu ada perbaikan secara menyeluruh. Kalau melihat hasil sirvei dari IAP maka kondisi ini sangat memprihatinkan. Perlu langkah serius untuk merumuskan kembali tentang tata kota di Pekanbaru. “Karena pariwisata itu terkoreksi ke semua instansi,” sambungannya.Â
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua IAP Riau Mardianto Manan kepada bertuahpos.com, Minggu (4/2/2018), menerangkan indeks kota tidak layak huni 2017 disusun IAP Indonesia berdasarkan hasil survei terhadap 19 provinsi dan 26 kota yang ada di Indonesia. Survei ini juga dilakukan untuk mengetahui kota mana saja di Indonesia yang masih dinyatakan layak huni.
“Untuk di Pekanbaru kita telah melakukan survei, hasilnya tidak mengejutkan, Pekanbaru berada di posisi 10 besar kota tidak layak huni, bahkan berada di posisi ke enam,” ujar Mardianto.
Mardianto juga menjelaskan, berdasarkan hasil indeks, Kota Pekanbaru berada di posisi ke-6 dengan nilai sebesar 57,8 persen. Kota Pekanbaru berada di bawah Banda Aceh (60,9 persen), Tangerang (61,1 persen), Mataram (61,6 persen), serta Pontianak di peringkat teratas kota tidak layak huni 2017 dengan nilai 62 persen.
Mardianto menjelaskan, penilaian kota tidak layak huni yang dilakukan oleh IAP Indonesia dengan melibatkan 100 hingga 200 warga yang menetap di kota tersebut.
“Masing-masing kota yang disurvei diwakili kurang lebih 100 hingga 200 warga yang menetap di kota bersangkutan. Kalau penilaian terhadap Kota Pekanbaru, ya berarti survei dilakukan kepada kurang lebih 100 warga Kota Pekanbaru,” tutur Mardianto.
Pria asli Pangean ini turut menambahkan, ada beberapa aspek yang dirasa kurang oleh masyarakat, sehingga kota tersebut menjadi kota tidak layak huni.
“Ada lima aspek terbawah, diantaranya keselamatan, fasilitas transportasi, drainase (termasuk pengelolaan air kotor), fasilitas pejalan kaki, serta informasi pembangunan dan partisipasi masyarakat,” terang Mardianto.
Sedikit informasi, survei yang dilakukan IAP Indonesia dilakukan untuk mengetahui kota layak huni dan tidak layak huni. Khusus kota layak huni, pada tahun 2017, Solo menjadi kota layak huni dengan index nilai tertinggi mencapai 66,9. (bpc3)