BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Hingga kini pihak manajemen PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) masih belum memberi jawaban pasti soal pencabutan izin operasional perusahaan itu.Â
Humas RAPP, Budi Firmasnyah, saat dihubungi redaksi bertuahpos.com menyatakan, akan memberikan jawaban soal itu. Tapi, selesai melangsungkan rapat mereka. “Sekarang kami sedang rapat, tunggu ya. Setelah ini saya jawab,” katanya, Selasa (10/10/2017).Â
Sementara itu panggilan telpon redaksi bertuahpos.com kepada Director Corporate Affairs at APRIL, Agung Laksamana juga belum diangkat. Meski sudah dilakukan pemanggilan beberapa kali.Â
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencabut izin PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) karena dianggap tidak patuh. Keputusan berbasis hukum ini diambil oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, dalam bentuk sebuah surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian LHK, Bambang Hendroyono pada 6 Oktober 2017 lalu.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan batas waktu sampai 2 Oktober 2017 agar RAPP menyerahkan rencana kerja 10 tahun yang telah direvisi. Namun ternyata, isi rencana kerja yang direvisi tetap tidak sejalan dengan peraturan gambut baru. Dari perspektif hukum, operasi perusahaan itu didasarkan pada rencana kerja 10 tahun dan juga rencana kerja tahunan yang sedang berjalan.
Baca:Â RAPP Langgar Aturan Gambut Baru
Pembatalan kedua rencana kerja ini, sama dengan operasi perusahaan APRIL yang dinyatakan ilegal. Kecuali rencana kerja 10 tahun baru, yang sesuai dengan peraturan gambut yang baru disetujui. Artinya, anak perusahaan APRIL tidak lagi memiliki dasar hukum untuk beroperasi, karena rencana kerja hukumnya sekarang dianggap tidak sah.
Seperti dikutip dari foresthints.news, sejalan dengan perkembangan tersebut, di tingkat dasar, Dirjen Penegakan Hukum, Rasio Ridho Sani (Roy) melakukan inspeksi berbasis darat terhadap salah satu perkebunan milik perusahaan APRIL yang berlokasi di lanskap Semenanjung Kampar di Sumatera pada 5 Oktober.
Roy menyebut, bukti yang ditemukan selama pemeriksaan itu berlangsung jelas menunjukkan bahwa PT RAPP terus melakukan praktik business-as-usual, dengan sepenuhnya mengabaikan peraturan gambut baru.
“Misalnya dengan mengendalikan tingkat air dengan cara yang bertentangan dengan peraturan pemerintah yang baru direvisi, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada awal Desember tahun lalu,” katanya.
Parahnya lagi, dia menyaksikan langsung penanaman kembali akasia oleh perusahaan APRIL di kubah gambut (zona perlindungan gambut), padahal belum mengajukan rencana pemulihan gambut ke kementerian LHK. Pada awal Oktober tahun 2017, perusahaan ini tidak memiliki dasar hukum lebih lanjut untuk melakukan operasi lapangan seperti itu. (bpc3)