BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Sangat mudah menemukan serpihan sampah kaleng lem cap kambing, BH dan pakaian dalam lainnya di lantai dua bangunan setengah jadi Pasar Cik Puan, Jalan Tuanku Tambusai, Pekanbaru, Riau.
Kamis siang (26/05/2016), sejumlah petugas dan pegawai dari Dinas Pasar Pemerintah Kota Pekanbaru, terlihat sedang melepas canda tawa bersama rekan-rekannya di lantai dasar bangunan itu. Sementara pemandangan berbeda justru terlihat di bagian lantai dua.
Jika naik ke lantai dua melalui tangga samping sebelah kiri bangunan itu, terlihat sejumlah BH dan pakaian dalam lainnya yang menumbuk dalam satu buntalan. BH dan pakaian dalam ini jelas bukan pakain baru. Bentuknya yang tidak beraturan dan warna yang sudah memudar, tergabung dengan pakaian dalam lainnya.
Tidak jauh dari bungkalan pakaian dalam itu tampak kaleng-kaleng kosong lem kamping dengan tutup yang berserakan. Pemandangan seperti ini tidak sulit ditemukan di bagian atas bangunan itu.
Aisyah, sorang pedagang soto yang mendirikan gubuk di samping bangungan setengah jadi itu juga mengakui, pada malam hari bangunan ini sepi dari aktivitas. Namun demikian acap kali terdengar suara cekikikan tawa laki-laki dan perempuan. “Kalau malam memang sepi, tapi tempat orang pacaran di atas. Bagian bawah juga gitu,” katanya, saat bercerita dengan bertuahpos.com.
Tumpukan bra dan celana dalam di bagian samping pasar.
Â
Dia sepakat, bahwa hadirnya bangunan ini, justru malah menjadi tempat maksiat. Sama sekali tidak ada manfaat bagi pedagang. “Kalau hanya setengah jadi seperti itu, apa yang bisa dimanfaatkan,” sambungnya.
Aisyah memang tidak bercerita banyak. Tapi dia menganggap bahwa siapapun bisa maklum kalau tindakan tidak terpuji kaum remaja biasa dilakukan di tempat ini. Menurut dia, hadirnya bangunan Pasar Cik Puan itu, sama saja dengan pemerintah mendirikan tempat maksiat.
“Makin banyaklah dosanya,” tutur Aisyah sambil melahap segelas es buah naga yang dia racik sendiri.
Dia juga membenarkan bahwa serakan BH, pakaian dalam dan kaleng-kaleng lem kambing di lantai atas bangunan Pasar Cik Puan itu sudah sejak lama. Saat ini, aktivitas seperti itu sudah muali berkurang. Menurut ceritanya, kalau dulu sampah-sampah seperti itu berserakan di setiap pojok.
Kaleng lem cap kambing berserakan di hampir semua sudut pasar.
Â
Pengakuan yang sama juga dituturkan oleh Sulaiman. Pria yang biasa menjual sembako di Pasar Cik Puan itu sudah maklum bagaimana kelakukan remaja di atas gedung itu. Jangakan ada tanda-tanda melanjutkan pembangunan, pejabat Kota Pekanbaru saja jarang, bahkan dikatakan tidak pernah mengunjungi tempat ini.
Ada ratusan pedagang di Pasar Cik Puan yang menggantungkan harapan besar pada bangunan itu, jika Pemerintah Kota Pekanbaru memiliki itikad baik untuk menyelesaikan bangunan setengah jadi ini. Namun harapan itu pupus setelah pembangunan pasar itu mandek. Aktivitas jual beli antara masyarakat dan pedagang tetap dilakukan di tempai biasa.
Kaleng minuma dan makanan berserakan di area pasar.
Â
Saat pagi hari, kondisi Pasar Cik Puan sangat jauh dari kata layak. Lorong-lorong jalan penghubung antar tempat di pasar itu selalu tergenang air, sisa ikan dan tahu pedagang. Masyarakat harus siap dengan kotor juga masuk ke pasar ini. Terutama di sebelah belakang pasar. Persisnya di tempat penjualan ikan. “Selain becek, baunya itu yang tidak tahan,” ujar Rini, sorang masyarakat yang sedang berbelanja di tempat ini.
Keluhan seperti ini bukan hanya muncul kari konsumen atau masyarakat. Para pedagang sendiri sebenarnya gerah dengan kondisi ini. Tapi mau bagaimana lagi, sudah sejak lama mereka menggantungkan hidup untuk mencari pundi-pundi rupiah di Pasar Cik Puan. Tahun 2015 lalu, pasar tradisional ini kembali hangus terbakar untuk kesekian kalinya. Sementara bangunan setengah jadi persis di sampaing pasar itu, terus saja terbengkalai dan tidak ada aktivitas, selain menjadi tempat tidur genadangan dan tempat maksiat sebagian orang.
Penulis: Melba