BERTUAHPOS.COM (BPC), KAMPAR – Peristiwa yang mengibakan ternyata masih dialami oleh masyarakat korban banjir yang menenggelamkan sejumlah rumah warga di Kabupaten Kampar, Riau.
Nuraini, seorang wanita paruh baya tenyata punya pengalaman yang membuat hatinya sedih.
Rumah ibu kandungnya yang tinggal di Desa Pulau Rambai, Kecamatan Kampar Utara, dan rumah adik Perempuannya di Danau Bingkuang kini juga terendam banjir. “Kemaren saat saya jemput ibu, ada yang kasih tahu agar saya ambil bantuan,” katanya. “Saya tanya, bantuannya apa. Mereka bilang cuma mie instan 2 bungkus.”
Mendengar hal itu, Nuraini menahan air mata dan berkata, “Ibo den (Iba saya). Langsung saya bilang ke mereka, kalau hanya bantuan mie instan 2 bungkus saya ikhlas itu diberikan ke orang lain yang lebih membutuhkan,” sambungnya.
Setelah itu, dia langsung membawa ibunya pulang ke kecamatan Rimbo Panjang, Kampar. Sementara adik perempuan dan keluarganya saat ini masih bertahan di rumahnya.
Kepada bertuahpos.com Nuraini mengaku bahwa, hampir semua masyarakat yang punya kebun sawit dan karet di kampungnya itu merugi karena musibah ini. Dia tidak punya kebun karet yang luas, namun dalam kondisi seperti ini, percuma saja hasil karetnya harus di panen.
“Sekilo harga karet juga tidak cukup untuk beli beras, nak,” katanya. Harga jual karet di tempat Desa Pulau Rambai itu, sambung Nuraini harganya hanya Rp 4.000. Sementara harga besar di pasar paling murah Rp 12.000
Dalam kondisi seperti itu, tentu saja kabar adanya bantuan 2 bungkus mie instan membuatnya semakin sedih. Dia bisa memahami bahwa ada banyak masyarakat yang bernasib sama saat ini. Mungkin saja bantuan sembako yang disalurkan tidak cukup.
Adik perempuannya saat ini punya anak 3 dan seorang suami. Jikapun bantuan 2 bungkus mie rebus itu diambil tidak akan cukup untuk mengobati duka yang saat ini sedang dialami masyarakat
Husni, seorang warga yang bermukim di sekitar jembatan Danau Bingkuang mengatakan bahwa di wilayah Desa Pulau Rambai, adalah salah satu daerah dengan kondisi terendam air yang cukup parah.
“Dulu juga pernah terjadi banjir seperti ini. Sekitar tahun 1978. Ketika itu belum ada waduk PLTA Koto Panjang. Tapi airnya naik tidak mendadak seperti ini,” katanya. (Melba)