BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Anjloknya harga minyak di pasar dunia tidak membuat para pengusaha disektor Minyak dan Gas (Migas) geleng kepala. Para petani sawit di Riau saat ini juga terancam “bangkrut”. Pasalnya, pengeboran dalam skala besar yang dilakukan penghasil minyak dunia ternyata membuat Crude Palm Oil atau CPO dari hasil pengolahan sawit, mejadi kurang dilirik.
Kasi Promosi dan Perdagangan, Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Rusdi mengatakan, selain unggul di sektor Migas, provinsi ini juga salah satu derah penghasil CPO melimpah untuk memenuhi kebutuhan dunia. Diperkirakan, kedua komuditi andalan itu, ternyata harus mengalami masa-masa sulit di tahun ini.
“Para petani kembali harus mengurut dada. Tahun ini adalah masa sulit bagi petani plasma, karna harga minyak fosil dunia juga ikut jatuh,” katanya, Jumat (29/01/2016).
Meski dengan hasil produksi yang berbeda, turunnya harga minyak fosil dunia akan tetap memberi dampak negatif terhadap komuditi sawit di Riau. Dalam kurun waktu beberapa tahaun lalu, ketika harga minyak fosil masih bertengger diharga di atas USD 100 per barelnya, pasar dunia masih melirik CPO sebagi salah satu bahan baku alternatif untuk menggerakkan roda perekonomian.
Namun dalam perjalannya, tatkala harga minyak fosil terus terus mengalami kemerosotan harga, maka bisa dipatikan pasar dunia kana lebih melirik minyak fosil. Para pengusaha Migas mengelus dada sebab hasil produksi tidak lagi sebanding dengan keuntungan yang diterima.
Sedangkan disektor penjualan CPO sendiri dipasar bursa tentunya akan mendapat pengaruh negatif, karena pasar tidak lagi melirik bahan baku alternatif itu.
Sementara itu, dia menambahkan kebijakan mandatory yang ditetapkan pemerintah terhadap bioful, untuk campuran minyak nabati dalam solar masih belum terlaksana secara baik. Padahal, kebijakan itu dianggap salah satu solusi agar harga hasil panen sawit di Riau bisa bertahan diharga tinggi.
“Saat anjloknya harga minyak dunia harga sharga sawit juga terseret. Harga sawit saja setelah turun harga minyak menyentuh harga 600 rupiah per kilo,” sambungnya.
Rusdi yang juga ditunjuk sebagai Sekretaris Tim Penetapan Harga Sawit di Riau menjelaskan, efek dari jatuhnya harga minyak dunia itu tidak tanggung-tanggung. Perekonomian masyarakat yang bergantung pada komuditi unggulan itu kembang kempis, dan sulit menjamin bahwa harga akan membaik.
Dalam situasi seperti ini, tentunya tidak hanya membuat karyawan yang bekerja di sektor Migas di Riau, Riau. Para petani plasma sawit di Riau juga was-was dibuatnya. Sebab untuk petani plasma diwajibkan untuk menjual hasil panen sawitnya ke perusahaan inti.
Hingga saat ini, Dinas Perkebunan Provinsi Riau mencatat, terdapat sebanyak 161.727 orang petani plasma di Riau. Harga sawit jatuh, tentunya pendapatan para petani itu juga jatuh. Parahnya lagi, harga itu jatuh ditengah ongkos produski tengah naik.
“Kami tetap berharap kedepan harga TBS sawit di Riau tetap bergerak diharga yang positif,” sambungnya. (Melba)