BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Perusahaan dan perkebunan sawit di Riau diminta harus segera memenuhi standar Indonesia Sustainable Palm Oil System (ISPO), sesuai dengan kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Muhibul Basyir mengatakan, sejauh ini yang bisa didorong oleh Pemerintah Provinsi Riau hanyalah sebatas memberikan pembinaan terhadap standarisasi itu.
“Kami hanya mempersiapkan. Kalau prosesnya ada lembaga sendiri yang melakukan penilaian untuk standarisasi ISPO itu,” katanya kepada bertuahpos.com, Senin (28/12/2015).
Dia menyebutkan setiap perusahaan sawit yang ada di Riau, secara periodik akan dilakukan penilaian oleh lembaga penilai untuk mendapatkan ISPO. Kebun-kebun sawit kelas I, II dan III di Riau, sudah memenuhi syarat untuk diajukan ISPO.
Dinas Perkebunan sudah mengumpulkan sejumlah perusahaan dan asosiasi perkebunan sawit Riau untuk melakukan pertemuan koordinasi di Hotel Primer. “Maksud kami untuk memberikan pembinaan kepada perusahaan bagaimana mereka yang sudah layak ISPO, dan itu harus dilakukan oleh perusahaan,” sambungnya.
Untuk sementara ini, Pemerintah Provinsi Riau belum memberikan beban pencapian target waktu, kapan perusahaan itu harus sudah mengantongi sertifikat ISPO. Dari penilaiannya, secara keseluruhan perusahaan sawit di Riau sudah ada beberapa perusahaan yang sudah layak ISPO. Dan perusahaan sawit untuk kedepanya sudah didorong ke arah itu.
Rakernas Gapperindo yang berlangsung di Bogor, pada 24 Juni 2014 lalu, menghasilkan bahwa kelapa sawit sampai saat ini masih menjadi komoditi unggulan baik bagi masyarakat maupun bagi pelaku agribisnis terutama perusahaan besar.
Sementara bagi masyarakat khususnya petani, kelapa sawit merupatan tanaman yang diidam-idamkan sebagai sumber pendapatan keluarga menuju sejahtera. Karena itu permintaan lahan untuk usaha tani kelapa sawit sangat tinggi, dari sisi lain untuk melayani permintaan lahan tersebut sangat terbatas.
Terkhusus untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan permintaan lahan untuk usaha tani kelapa sawit sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan dikedua wilayah ini telah menjadikan kelapa sawit dan sebagian besar faktor pendukung telah terbangun terutama industri pengolah buah sawit atau PKS.
Jika diamati perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat secara tajam. Pada tahun 2000 luas kebun Kelapa sawit 3,2 juta ha meningkat menjadi 13,5 juta ha pada tahun 2013 dengan tingkat pertumbuhan rerata sebesar 11,71 persen per tahun. Seiring dari perkembangan luas lahan tersebut juga diikuti oleh peningkatan produksi CPO.
Tahun 2000 produksi CPO sebesar 4,1 juta ton dan tahun 2013 meningkat menjadi 27 juta ton dengan pertumbuhan rerata produksi per tahun sebesar 15,6 persen. Bahkan tidak mungkin kedepan produksi CPO Indonesia diprediksi meningkat menjadi 28-30 juta ton per tahun. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia penghasil utama minyak kelapa sawit dunia.
“Perkembangan perkebunan kelapa sawit tersebut belum diikuti secara sempurna dengan sistem pengelolaannya. Pengelolaan perkebunan sawit memang masih jauh dari ideal, sehingga merusak lingkungan sekitar. Akibatnya, banyak tudingan miring, khususnya lembaga mancanegara terhadap sektor perkebunan ini,” katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian berusaha meredam tudingan negatif tersebut dengan memberikan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Tujuannya untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia serta membentuk ISPO pada tahun 2009 oleh pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa semua pihak pengusaha kelapa sawit memenuhi standar pertanian yang diizinkan.
“Makanya pertemuan ini, tujuannya untuk memberikan dorongan kepada perusahaan sawit di Riau untuk tetap memperhatikan itu. ISPO harus tetap mejadi tujuan mereka,” sambungnya. (Melba)