BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Scaleup Riau menyebutkan bahwa desakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2014 tidak lain hanyalah desakan anak perusahaan April, RAPP. Kepentingan ini sangat jelas karena RAPP belum bisa membuktikan keberhasilan program ekohidro yang digembar-gemborkan selama ini.
Â
Direktur Eksekutiv Scaleup Riau Hari Octavian menyebutkan bahwa Desakan PP 71 diduga adalah permainan perusahaan kertas ini. Sebab dengan kadar ketinggian air 0,4 meter ternyata membuat tanaman akasianya tidak tumbuh dengan baik.
Â
“Harusnya bukan PP-nya diubah. Tapi pihak perusahaan harus lebih kreatif mengembangkan formulasi teknologi baru bagaimana tanaman bisa menyesuaikan dengan kadar air. Kalau bercermin muka kita buruk, bukan cerminnya yang dipecah. Tapi bagaimana kita berupaya untuk mempercantik diri,” ujarnya kepada bertuahpos.com, Selasa (31/03/2015).
Â
Dia menyebutkan sejauh ini perusahaan sudah kebakaran jenggot dengan adanya PP tersebut. Dengan kata lain, terbukti bahwa program teknologi yang dibuat belum mampu mengatasi ini. “Jadi program teknologi Ekohidro itu hanya modus pencitraan saja,” sambung Hari.
Â
Sejauh ini, Hari menilai, adanya PP gambut sudah terbukti mengurangi bencana kebakaran kabut asap diawal tahun ini. Kalaulah pemerintah tetap merivisi PP ini makan akan terjadi kerusakan ekologis yang lebih parah.
Â
Menurutnya, investasi di lahan gambut terbukti membutuhkan investasi anggaran yang lebih besar dibanding ekspansi di lahan mineral. Sebab ini pula pihak RAPP tidak mau rugi akibat penerapan peraturan ini. “Jadi mungkin saja ada celah mereka yang mendesak itu ke pemerintah,” tambahnya.
Â
Sementara itu Corporate Comunivations Manager PT RAPP Djarot Handoko saat dikonfirmasi, mengatakan bahwa tuduhan itu sama sekali tidak beralasan. Dia menjelaskan bahwa kepentingan merevisi PP 71 tentang pengelolaan gambut tersebut adalah hak pemerintah.
Â
“Sama sekali bukan kewenangan perusahaan. Itu kewenangan pemangku kepentingan. Yakni pihak pemerintah atau regulator. Sebab itu” katanya kepada bertuahpos.com, Selasa (31/03/2015).
Â
Sementara itu Sekretaris Jendral Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Adi Daryanto pada saat menghadiri diskusi gambut dengan sejumlah perusahaan di Riau menanggapi bahwa pihaknya akan tetap menunggu masukan dari sejulah asosiasi dan pengusaha sawit di Riau. Masukan ini nantinya akan menjadi pertimbangan bagi pemerintah pusat untuk mengambil sikap, terutama soal desakan merevisi PP gambut tersebut.
Â
Dia menjelaskan dari sektor ekonomi, bukan hanya 360 ribu tenaga kerja yang akan dipangkas. Potensi devisa sawit sebesar Rp 136 triliun, dan ekspor US dolar 6 milyar juga akan hilang. Dilemanya, jika PP nomor 71 ini tetap dipertahankan, maka sektor kehutanan akan juga berpotensi kehilangan investasi Rp 103 triliun, lapangan pekerjaan sebanyak 300 ribu orang dan negara akan kehilangan devisa Rp 5,6 milyar.Â
Â
“Makanya saya bilang. Dalam hal ini pemerintah sebagai simpul gedosiasi, antara pengusaha dan masyarakat. Kita minta mereka mendiskusikan dulu. Baru nanti masukannya dikasih tahu ke kita. Dari Pemerintah akan dapat mempertimbangkan bagaimana langkah selanjutnya. Masukkannya kita rangkum dulu. Baik dari pengusaha, LSM dan masyarakat adat,” sambungnya. (melba)