BERTUAHPOS.COM — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan tak segan-segan akan memblokir rekening bank wajib pajak yang mangkir bayar pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Neilmaldrin Noor menjelaskan, langkah pemblokiran dilakukan setelah melalui beberapa tahap.
Pertama, jika terdapat indikasi kurang bayar, maka Ditjen Pajak akan melakukan imbauan dengan memberikan peringatan dini kepada wajib pajak yang tidak bayar-bayar pajak.
Tahap kedua, apabila langkah pertama diacuhkan wajib pajak, selanjutnya pihak DJP akan melakukan penagihan.
“Jadi prosedurnya begini, sebelum masuk penagihan itu panjang juga prosesnya ada imbauan, klasifikasi, ada pemeriksaan, ada pemberitahuan hasil pemeriksaan, ada banding keberatan, kalau sudah jatuh tempo didiamkan maka jadi tunggakan. Penagihan aktif pun jadi on,” kata Neilmaldrin.
Dalam proses penagihan, pihak DJP terlebih dahulu akan melakukan mediasi dengan wajib pajak. Jika proses ini tidak berjalan mulus, maka DJP akan melakukan penagihan aktif.
“Itu penagihan masuk lagi proses panjang, ada mediasi, opsi cicilan kita tawarkan, kesempatan itu dilakukan. Nah kalau nggak digubris juga baru penagihan aktif,” ungkap Neilmaldrin.
Tahap keempat, dalam proses penagihan aktif, pemblokiran rekening menjadi salah satu opsi yang bisa dilakukan. Tak hanya pemblokiran, DJP juga berwenang untuk melakukan pencegahan ke luar negeri, pencekalan, penyitaan, hingga penyanderaan kepada wajib pajak yang nakal tersebut.
Adapun kebijakan tersebut tertuang dalam UU No 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
“Di dalamnya usaha yang dilakukan juru sita adalah pencekalan, pencegahan, penyitaan, salah satunya pemblokiran. Bahkan ada juga penyanderaan, itu paling berat,” katanya.
Kabar baiknya, pemblokiran rekening akan dibuka kembali jika wajib pajak terbukti sudah membayar tunggakan pajaknya. “Blokir itu ya selama belum bayar tunggakan ya nggak dibuka. Kalau bayar ya dibuka dia. Kan tujuannya blokir biar utang pajak dibayar,” pungkasnya.***
Ratusan Istri di Kepulauan Meranti Gugat Cerai Suami Mereka, Ini Penyebabnya
BERTUAHPOS.COM — Ratusan istri di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, melakukan gugatan cerai terhadap suami-suami mereka.
Data dari Kantor Pengadilan Agama Selatpanjang mengecat terdapat 277 perkara gugatan cerai yang masuk sepanjang Januari hingga November 2022. Dari jumlah tersebut ada 233 kasus perceraian.
Dari 237 perkara tersebut, sebanyak 43 perkara memilih jalur penyelesaian dengan cara mediasi. Sebanyak 21 perkara berhasil dimediasi, sedangkan 22 perkara lainnya upaya mediasi gagal.
Panitera Pengadilan Agama Negeri Selatpanjang Nur Qhomariah mengatakan, mayoritas gugatan perceraian dilayangkan oleh pihak istri ke suami mereka. “Hanya 40 kasus di mana terjadi perceraian karena talak,” tuturnya.
Alasan istri menuntut cerai dengan berbagai alasan, mulai dari masalah ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga perselisihan dan pertengkaran.
Menurut data PA Selatpanjang, penyebab utama tingginya angka perceraian di Meranti adalah faktor ekonomi. Dari total keseluruhan perkara, 233 di antaranya tersebab masalah ekonomi kurang.
Sementara penyebab cerai tertinggi kedua adalah karena perselisihan dan pertengkaran, sebanyak 138 kasus.
Selain itu, perceraian karena meninggalkan salah satu pihak sebanyak 46 kasus, karena murtad 29 kasus, diakibatkan KDRT 7 kasus, zina 5 kasus, mabuk dan judi masing-masing 2 kasus, cacat badan dan kawin paksa 2 kasus, dihukum penjara dan poligami masing-masing 1 kasus.
Nur mengungkapkan, angka perceraian tahun ini turun dari sebelumnya. Pada Januari -Desember 2021, tercatat angka perceraian di Meranti sebanyak 325 perkara. Jumlah cerai talak sebanyak 66 perkara dan jumlah cerai gugat 259 perkara.
Adapun penyebab perceraian pada tahun 2021 didominasi perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebanyak 202 perkara, meninggalnya salah satu pihak 53 kasus, karena masalah ekonomi 37 kasus, KDRT 17 kasus, dihukum penjara 4 kasus, murtad dan zina masing-masing 2 kasus, mabuk dan madat masing-masing 1 kasus.
Menurut Nur, tingginya perceraian di Kepulauan Meranti sudah selayaknya menjadi perhatian serius Pemerintah dan tokoh agama setempat. Kasus perceraian harus diminimalisir karena berpengaruh pada ketahanan keluarga yang berdampak pada tercetaknya kualitas generasi.***