BERTUAHPOS, SUMBAR – Rempah-rempah hasil bumi masyarakat bernilai ekspor seperti Coklat dan Kasia Pera kini harganya mulai menggairahkan kembali setelah lama tidak kunjung naik, dan sesudah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) beberapa bulan lalu. Sempat putus asa, namun kini petani penghasil rempah-rempah mulai bersemangat lagi.
Sejak Senin (9/9) kemarin di pasar Tradisional Baso, Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat, harga Coklat Rp. 22-23 ribu perkilonya, dan harga Kasia pera (Kulit manis) yang kualitas super menembus angka Rp.14-15 ribu perkilo.
“Alhamdullah, harga Coklat sudah naik, kulit manis juga naik. Kami sempat lesuh ketika harga Coklat dan kulit manis terus mengalami penurunan dan itu terjadi ketika BBM mengalami kenaikan. Padahal harga barang keperluan sehari-hari terus melonjak naik, dan harga jual hasil tani semakin turun, baa ndak kan khawatir kami, harago kebutuhan naik, nan kami jua turun,” ungkap Antan, salah seorang petani Coklat dan Kulit Manis, usai menjual hasil panennya di Pasar Tradisional Baso, Senin (9/9) kemarin.
Ia mengaku walau belum begitu siknifikan kenaikan harga keperluan ekspor ini, tetapi hatinya sedikit senang saat menjual hasil taninya dengan harga sedikit mahal dibanding sebelumnya. “Sebelumnya sempat mencaai Rp. 16-17 ribu perkilo untuk coklat, dan kulit manis mencapai Rp. 9-10 ribu, sekarang jadi bersemangat kembali berladang. Kalau harga pada mahal, tentu kita bersemangat untuk menanam Coklat, kulit manis, tetapi kalau harganya turun jangankan untuk menanam, memelihara yang ada saja malas jadinya,” jelasnya yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidupnya dari usaha menanam dan menuai hasil pertanian Coklat dan Kulit manis.
Ibu setengah abat, Rakyal, juga mengaku sedikit lega dan gembira ketika menjual kulit manisnya dengan harga mahal. “Yo, lai sedikit mahal dijual. Kalau sebelumnya murah, untuk kulit manis dengan kualitas super sudah naik itu, tapi kalau dibanding dengan usaha yang kita lakukan belum sebanding. Ya, bayangkan saja dari menanam menunggu lima tahun, kemudian di kulit, kemudian di kikis, dikeringkan, dijemur, setelah betul-betul kering disusun rapi-rapi diikat baru bisa dijual, prosesnya panjang, memakan waktu berhari-hari,” pintanya berharap agar harga kulit manis terus merangkak naik sambil menjelaskan betapa sulitnya usaha yang dilakukan sampai bisa menjadi uang.
Dua petani itu, mengharapkan agar Pemerintah bisa menaikan harga hasil tani masyarakat, sehingga kehidupan petani tidak terus menerus pas-pasan. “Kita mengharapkan agar pemerintah bisa membuat harga hasil tani kami seperti coklat, kulit manis, dan hasil bumi lainnya mahal, sehingga apa yang kami beli untuk kebutuhan sehari-hari seimbang dengan hasil tani kami agar tidak ada utang sana sini,” sebutnya.
Kenaikan harga rempah-rempah baik coklat dan kulit manis diyakini akibat menguatnya harga Dolar terhadap Rupiah. “Harga hasil bumi ini kan berdasarkan Dolar, kalau naik harga Dolar naik pula harga rempah-rempah, sama dengan harga emas,” sebut salah seorang toke Rempah-rempah, Kuto, usai membeli hasil tani masyarakat. (katik)