BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, kebijakan KPU mengirim petugas masuk ke ruang isolasi pasien Covid-19 demi hak pilih sangat berisiko.
Dia mengatakan, pasien positif corona seharusnya hanya boleh berinteraksi dengan tenaga kesehatan. Sebab Nakes dengan protokol kesehatan yang sudah ketat saja masih bisa tertular.
“Seketat apapun APD tak akan efektif kalau situasi positivity rate masih di atas 10%. Tidak ada jaminan, protokol itu bukan benda ajaib, apalagi pasien di ruang isolasi bergejala punya potensi menular tinggi,” kata Dicky, seperti dikutip dari suara.com, Kamis, 3 Desember 2020.
Dicky menegaskan hak kesehatan lebih penting daripada hak pilih, pasien berhak untuk menolak mencoblos pada 9 Desember 2020 mendatang. “Kita harus peduli pada hak sehat dari penduduk selain ada hak pilih, presiden bilang kesehatan hukum tertinggi,” ucapnya.
Menurutnya, Pilkada 2020 tidak akan aman jika positivity rate masih jauh dari standar aman 5 persen yang ditetapkan World Health Organization (WHO).
“Kita sepertinya ada di satu kondisi yang terlalu dipaksakan, dari sisi manfaat dan sisi buruknya lebih banyak sisi buruknya, susah saya mengomentarinya karena hak pilih ini kan harus dilakukan setara dan atau malah harus diutamakan hak sehat hak hidup pasien ini yang harus didahulukan, masa dia pakai ventilator suruh pilih, ini terlalu dipaksakan,” tegasnya.
KPU akan mengirimkan dua petugas didampingi dua saksi dengan mengenakan APD masuk ke bilik isolasi pasien COVID-19 demi memenuhi hak pilih pasien di Pilkada 9 Desember 2020 nanti. Hal ini sudah diatur pula dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 6 tahun 2020, pasal 72 ayat 1.
(bpc2)