BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Menanggapi soal 30 persen pengelolaan konservasi di area Perusahan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Direktur Social Capital RAPP Mulia Nauli, Rabu (01/10/2014) mengemukakan bahwa RAPP telah menerapkan Mosaic Plantation atau hutan tanaman mosaic.
Sistem pengelolaanya dengan cara melindungi fungsi nilai-nila konservasi tertinggi, baik secara ekologis maupun sosial. Penerapan sistem ini, kata Mulia, menjadi landasan penting dalam pengelolaan hutan tanaman secara berkelanjutan.
“Prinsipnya kita juga tetap mempertahankan tanaman asli hayati di daerah tersebut,” katanya kepada bertuahpos.com saat dikonfirmasi via email.
Selanjutnya dia menambahkan bahwa cara ini terbukti mampu menjaga kelestarian alam di Riau dengan mengelola hutan dengan memadukan Hutan Tanaman Industri (HTI)
Dengan demikian satwa yang melintasi hutan alam di sekitar kawasan HTI tetap terjaga. Tanaman aslinya tidak rusak. Selain bermanfaat untuk bisnis juga tidak merusak ekosistem alam yang ada.
“Dengan cara ini memang hanya 70 persen yang kita kelola. Inilah yang kita lakukan, satu sisi pemanfaatan hutan, disisi lain kita juga tidak merusak flora dan fauna,” katanya.
Selanjutnya tambah Mulia, pihak perusahaan juga komitmen melakukan sisten ekohidrologi, yaitu pengelolaan HTI sebagai inovasi teknologi terdepan dalam pengelolaan HTI secara berkelanjutan di lahan gambut.
“Keuntungannya adalah, kita tetap mempertahankan volume air dilahan gambut agar tetap basah. Sehingga tidak ada karhutla yang terjadi,” terangnya.
Sebelumnya Direktur Executive Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Riko Kurniawan mengemukakan bahwa, dari luas wilayah kawasan hutan untuk dijadikan lahan industri, dalam aturanya hanya 70 persen yang boleh dikelola untuk perkebunan akasia.
“Sisanya 30 persen harus di jadikan sebagai sarana konservasi, yaitu dengan menjaga secara utuh potensi hutan,” katanya, Selasa (30/09/2014).
Kondisi realitas yang terjadi dilapangan bahwa 30 persen yang seharusnya menjadi area konservasi perusahaan juga dibabat habis untuk kepentingan investasi mereka. “Semuanya dibabat habis. Kayu-kayu alam itu diambil untuk jadi bahan baku mereka,” tambahnya. (Melba)