KPK Ultimatum Rumah Sakit yang Mengajukan Klaim Fiktif ke BPJS Kesehatan

kenaikann iuran BPJS

Pemerintah tengah mengkaji kenaikan iuran BPJS kesehatan.

BERTUAHPOS.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan ultimatum kepada seluruh rumah sakit yang pernah mengajukan klaim fiktif ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. KPK memberikan waktu enam bulan bagi rumah sakit untuk menyelesaikan tagihan palsu tersebut.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyatakan bahwa tim telah sepakat untuk memberikan kesempatan selama enam bulan ke depan bagi semua rumah sakit yang mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan. “Jika ada yang melakukan phantom billing dan diagnosis medis yang tidak tepat, sebaiknya segera mengaku,” kata Pahala pada Rabu, 24 Juli 2024, dilansir dari Bloomberg Technoz.

Pahala menjelaskan, setelah enam bulan, tim akan melakukan audit besar-besaran atas semua klaim BPJS Kesehatan. KPK bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan akan melakukan audit ini di seluruh Indonesia, dengan tim yang disiapkan dari tingkat nasional hingga provinsi.

Ia mengimbau agar pemilik dan pengelola rumah sakit lebih baik berinisiatif menyelesaikan klaim fiktif ini secara langsung tanpa menunggu audit KPK. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2016, rumah sakit yang terlibat dalam fraud BPJS Kesehatan dapat mengembalikan dana dari klaim fiktif ditambah denda, tanpa ancaman pidana.

Namun, peraturan tersebut tidak akan berlaku jika fraud ditemukan dalam audit KPK dan tim bersama. Artinya, jika ada upaya penutupan atau tidak mau mengakui secara terbuka, peraturan tersebut tidak akan diterapkan.

Rumah sakit yang terbukti melakukan phantom billing dan diagnosis medis yang tidak tepat pada BPJS Kesehatan dalam audit tetap akan dipaksa mengembalikan dana yang diklaim. Selain itu, KPK akan menyeret para pelaku yang terlibat ke ranah pidana atau hukum. Kementerian Kesehatan juga akan mencabut kerja sama rumah sakit tersebut dengan BPJS Kesehatan, dan para dokter yang terlibat terancam sanksi penangguhan hingga pencabutan izin praktik.

“Sekali lagi, kami mengimbau agar rumah sakit secara sukarela mengoreksi klaimnya,” ujar Pahala.

Saat ini, KPK dan Tim Bersama telah menemukan tiga rumah sakit di Jawa Tengah dan Sumatra Utara yang melakukan fraud atau klaim fiktif ke BPJS Kesehatan senilai Rp35 miliar. KPK akan menyeret pemilik rumah sakit dan dokter yang terlibat ke ranah pidana.

Dalam kasus ini, KPK mendeteksi dua modus fraud. Pertama, diagnosis medis yang tidak tepat, yaitu rumah sakit mengklaim tagihan layanan yang tidak pernah dilakukan kepada BPJS Kesehatan. Contohnya, seorang pasien yang hanya melakukan fisioterapi dua kali diklaim untuk tindakan fisioterapi hingga sepuluh kali, atau pasien katarak yang hanya operasi satu mata diklaim untuk operasi dua mata.

Kedua, phantom billing, yaitu rumah sakit mengajukan klaim fiktif tanpa ada pasien dan tindakan medis yang dilakukan. Rumah sakit membuat dokumen medis fiktif seolah-olah ada sejumlah pasien yang melakukan tindakan medis tertentu, kemudian biayanya diajukan ke BPJS Kesehatan.

“Kami sedang menyiapkan tim di level provinsi untuk melakukan verifikasi fraud dengan audit klaim BPJS Kesehatan secara lebih masif,” ujar Pahala.***

Exit mobile version