BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan UU HKPD mengubah pola transfer dana DBH ke daerah penghasil Migas. Hal ini menyesuaikan dengan kondisi shock absorber yang mungkin akan dialami daerah saat harga minyak dunia jatuh.
“DBH yang dibagihasil-kan selama ini, selalu dihitungan kurang bayar dan lebih bayar. Kalau situasinya berbeda. Misal di APBN sudah diasumsikan harga minyak sekian, ternyata jatuh sampai minus. Harusnya, yang dibagihasil-kan ke daerah penghasil juga merosot. Maka daerah juga akan shock,” terangnya saat berada di Pekanbaru, Jumat, 25 Maret 2022.
Dia mengatakan, kondisi terburuk itu pernah terjadi pada tahun 2020 lalu, bahkan selama dua hari harga minyak dunia anjlok di Rp0, atau minus. “Dua hari (harga minyak pernah jatuh). Daerah juga shock, karena penerimaan negara jatuh,” terangnya.
Oleh sebab itu, untuk membayar lebih dan kurang bayar DBH Migas ke daerah, Kementerian Keuangan melakukan shock absorber-nya. “Di dalam UU HKPD ini ada beberapa perbaikan,” terangnya.
Adapun pola perbaikan yang diatur dalam UU tersebut, untuk proses alokasi DBH Migas ke daerah ditetapkan T-1. “Jadi kalau tahun ini harga minyak tinggi, pasti tahun depan Riau akan dapat DBH lebih tinggi. Artinya, kami di pemerintah pusat yang harus menahan shock-nya itu. Jangan sampai dengan pemerimaan DBH yang tinggi, oleh daerah duitnya habis,” terangnya.
Pertimbangan ini, kata Sri Mulyani, atas dasar ketidakstabilan ekonomi masyarakat akibat kenaikan subsidi pemerintah untuk minyak, listrik, elpiji, termasuk subsidi pangan yang dilakukan pemerintah saat ini.
Jika semua pemerimaan negara tersebut dihabiskan untuk sibsidi, maka tahun selanjutnya untuk transfer DBH ke daerah, maka pusat harus mencari dana dari sumber lain.
Dijelaskan, shock absorber merupakan konsep yang diatur oleh pemerintah pusat untuk menjaga agar penerimaan DBH Migas oleh daerah penghasil tetap stabil, sehingga tetap memiliki kepastian pendapatan.
“Tapi, daerah juga harus jaga diri atas perubahan yang kadang-kadang luar biasa. Daerah harus sadar, pergerakan dan perubahan itu sangat cepat. Pergerakan harga komoditas itu sangat ekstrem,” kata Sri Mulyani. (bpc2)