BERTUAHPOS.COM — Pemerintah ingin pendidikan bela negara — termasuk pendidikan militer — ada dalam perkuliahan. Ini bukan hal yang wajar, di Indonesia. Sejak awal, sikap kritis sebagai bentuk kontrol sosial, sudah bagian dari jati diri negara demokrasi. Para penggiat melontarkan kritik, ‘bahwa ini merupakan rencana untuk membungkam sikap kritis mahasiswa’.
Mereka tidak menerima alasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang menyebut bahwa pendidikan bela negara semata-mata untuk menumbuhkan rasa cinta Tanah Air, rasa kebangsaan yang tinggi. Wakil Menteri Pertahanan, Wahyu Sakti Trenggono, yang menginginkan pendidikan militer melalui program Bela Negara bagi para mahasiswa dan terhitung dalam satuan kredit semester (SKS), sebagaimana ditulis BBC News Indonesia, Selasa, 18 Agustus 2020.
“Pendidikan Bela Negara direncanakan untuk diselenggarakan melalui skema Kampus Merdeka yang tengah berjalan sejak Januari. Dalam skema tersebut, mahasiswa diberikan waktu hingga dua semester untuk menjalani mata kuliah di luar program studi,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam.
Pendekatan militerisme dalam dunia pendidikan formal dianggap suatu hal yang berbahaya. “Cara-cara seperti ini dianggap efektif untuk memelihara kultur kekerasan,” sebut Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti. Tujuan militerisasi masuk dalam mampus harus diketahui secara jelas. Sebab jika tidak, maka akan ditafsir untuk membungkam sikap kritis mahasiswa dan melunturkan fungsi kontrol sosial meraka.
Namun, itu kembali dibantah oleh Nizam. “Bela Negara itu kan luas sekali, tidak hanya fisik, tapi juga strategi, memahami tentang pertahanan negara, dan yang sekarang ini kan yang namanya perang itu juga tidak hanya pegang senapan, tapi ada siber, keuangan, biologi, nuklir, macam-macam, kan beragam sekali,” kata Nizam. (bpc2)