BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak DPRD Riau agar hentikan Pembahasan Ranperda RTRW Riau.
Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah mengatakan, draf RTRW itu banyak tidak mengakomodir perubahan kebijakan dan produk hukum terbaru, seperti perhutanan sosial dan beberapa izin perusahaan.Â
“Jika ini diteruskan maka ruang kelola masyarakat dan ekologis tidak akan ada tempat, terutama mereka yang menggantungkan hidup pada hutan. Draf ini justru melegalkan dominasi korporasi,” katanya, Jumat (4/8/2017).Â
Baca:Â Pertengahan Agustus, RTRW Riau Dijanjikan Selesai
Jikalahari mencatat ada 10 persoalan akan muncul jika Ranperda RTRW ini dilaksanakan. Persoalan pertama, kata Woro, akan ada pidana bagi masyarakat adat tempatan. Dengan kata lain DPRD sama saja mengkriminalisasi mereka.Â
Kedua, pembahasan Ranperda RTRW itu tidak transparan dan mengabaikan publik. Sebab hampir tidak pernah melibatkan masyarakat terdampak terhadap masalah itu.Â
Dia menambahkan, kasus Anas Maamun, Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut bukti proses pembahasan RTRW tidak transparan karena perilaku korupsi.Â
Ketiga, Jikalahari melihat Ranperda RTRW Riau yang jadi projek DPRD itu, tidak mengakomodir Perhutanan Sosial atau Tanah Objek Reformasi Agraria.
“Seharusnya draf itu bisa mengakomodir kebijakan pada tujuan pemerataan ekonomi untuk meminimalisir ketimpangan sosial,” tambahnya.Â
Baca:Â RTRW Riau Tak Kunjung Sah, Investasi Puluhan Triliun Tersendat
Selanjutnya, draf RTRW itu dianggap tidak mengakomodir perubahan fungsi pengelolaan hutan serta penetapan kawasan lindung dan pengelolaan wilayah pesisir. Termasuk pulau-pulau kecil.
“Kami melihat masih banyak lagi ketimpangan yang dilakukan oleh DPRD Riau. Itu sebebnya kami mendesak agar pembahasan Ranperda RTRW Riau dihentikan saja,” tambah Woro.Â
Terkait masalah ini, Jikalahari merekomendasikan agar DPRD Riau tidak menyetujui draf RTRWP 2016-2035 versi Gubernur Riau. Kemudian membentuk Tim Khusus Kajian Lingkungan Hidup Strategis dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lain.
“Selain itu kami juga merekomendasikan beberapa poin penting lainnya, diantaranya, Gubri harus melibatkan masyarakat adat dan tempatan dalam penyusunan draf itu,” tambahnya. (bpc3)