BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Terdakwa Marwan Ibrahim, mantan Sekda Pelalawan mengawali pembelaannya dengan menyebutkan bahwa dirinya adalah orang jujur.
Â
“Tidak pernah terfikir oleh saya bisa jadi tersaka, dan terjerat kasus hukum. Karena sejak kecil saja dididik untuk jujur. Alhamdulillah, perbuatan tercela belum pernah saya lakukan,” ujar Wakil Bupati Pelalawan non-aktif, Marwan Ibrahim kepada Majlis Hakim, Rabu (04/02/2014).
Â
Agenda sidang mantan Sekda Kabupaten Pelalawan ini, yakni pembacaan nota pembelaan oleh terdakwa dan pegacara. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Romi Rizali menuntut Marwan dengan tuntutan 9 tahun penjara dengan sejumlah denda (Baca juga: Wabup Pelalawan Tercengang Dituntut 9 Tahun Penjara).
Â
Di depan majlis hakim, Marwan menyebutkan bahwa selaku Sekda, ia minta kepada Lahmudin untuk mengecek apakah ada anggaran yang bisa digunakan untuk pembayaran lahan komplek Perkantoran Bakti Praja Kabupaten Pelalawan. Tapi Lahmudin tidak menyebutkan mana anggaran yang akan digunakan untuk pembayaran itu.
Â
Dirinya mengaku memberikan persetujuan dengan menandatangani kwitansi pembayaran sebesar Rp 500 juta rupiah. Saya yakin dana yang disekretariatan dapat digunanan untuk pembayaran pembelian tanah komplek perkantoran Bakti Praja tersebut.
Â
“Saya tahu itu saat kwitansinya diperlihatkan penyidik kepada saya,” katanya.
Â
Pada saat memberikan persetujuan itu, tidak ada sedikitpun niat saya untuk mengambil untung atau memperkaya orang lain. Hal itu dilakukan atas dasar menjalankan perintah mantan Bupati Tengku Azmun Jafar.Â
“Kegiatan perkantoran Pemerintah Pelalawan masih menyewa ruko dan rumah warga,” tambahnya.
Â
Tahun 2003 saat pembangunan perkantoran dirinya mendapat informasi dari bupati, bahwa perkantoran tersebut dibangun di atas lahan 20 hektar yang seluruh surat-suratnya diurus oleh Sahrizal Hamid. Dan saat itu ia berfikir bahwa kegiatan itu sama sekali tidak merugian negara. Ini sesui dengan keterangan hasil audit BPKP, yang juga dijadikan sebagai barang bukti.Â
Â
“Tidak ada kerugian negara disebutkan di situ,” ujarnya.
Â
Dirinya menambahkan, Persetujuan mendatangani pengeluaran uang yang dia lakukan sesuai dengan fungsi administratif kepemerintahan. Juga tidak ada bukti lampiran yang mendukung atas penandatanganan kwitansi tersebut, serta tidak bertenatangan dengan peraturan pemerintahan.
Â
“Kalau jelas siapa penerimanya, maka pembayaran boleh dilakukan dengan kwitansi. Dan saya tidak pernah menemui Azmi dan menerima uang RP 1.5 miliyar yang dibungkus koran kemudian diberkan kepada saya,” ujarnya. (melba)