BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Jalan penghubung ke Jembatan Marhum Bukit, atau lebih dikenal Jembatan Siak IV dari arah Limbungan, Rumbai, dianggap tak aman hingga membahayakan penendara ketika melintas di sini.
Secara teknis, ada di titik tertentu pada jalan itu, geometriknya dianggap tidak sesuai, karena kemiringan jalan berlawanan dengan seharusnya. Idealnya jika tikungan jalan berbelok ke kanan, maka kemiringan jalan harusnya ke kanan.
Tapi di jalur ini malah berlawanan, dan kondisi bangunan jalan seperti itu tidak sesuai dengan kaedah ketekniksipilan.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provisni Riau, Dadang Eko Purwanto mengatakan, secara prinsip teknis memang demikian. Namun tidak serta merta tingkat kemiringan jalan sepenuhnya menjadi faktor penyebab membahayakan pengendara.
“Saya kira tidak begitu,” ungkapnya saat dihubungi bertuahpos.com, di Pekanbaru, Kamis, 21 Maret 2019.
Dadang menjelaskan, selain prinsip geometrik yang didefinisikan sebagai suatu bangun jalan raya yang menggambarkan tentang bentuk/ukuran menyangkut penampang melintang, memanjang, maupun aspek lain yang terkait dengan bentuk fisik jalan, soal kecepatan pengendara juga sangat berpengaruh pada tingkat membahayakan atau tidak.
Dalam hal ini, kecenderungan pengendara akan mengurangi kecepatan di saat tikungan. Artinya, semakin berkurang kecepatan kendaraan risiko membahayakan pada pengendara juga berkurang.
“Bahaya atau tidak itu tergantung kecepatan rencana kendaraan yang akan melintas di tikungan tersebut,” sambung Dadang.
Masalah geometrik jalan penghubung ke Jembatan Marhum Bukit itu awalnya dilontarkan oleh Pakar Teknik Sipil, Sugeng Wiyono. Dia khawatir dan prihatin dengan rencana pembangunan jalan itu sebab berpotensi membahayakan pengendara yang melintas. Apalagi di jalur ini belum ada penerangan jalan.
Seoal kemiringan jalan yang berlawanan, kata dia, dalam kaedah teknik sipil sangat berpotensi menimbulkan gaya sentrifugal besar. Gaya ini bisa berakibat fatal pada pengendara yang melintas. Sentrifugal merupakan lawan dari sentripetal, adalah efek semu yang ditimbulkan ketika sebuah benda melakukan gerak melingkar, dan sangat mempengaruhi pusat pusat putaran.
“Itu bisa menimbulkan gaya sentrifugal yang besar, atau gaya terpelantingnya kendaraan ke luar jalan itu menjadi besar karena miringnya salah. Fatal ini. Kepentingannya keselamatan masyarakat. Jalannya mulus orang pada ngebut, masyarakat enggak tahu, itu bisa terpelanting langsung rolling kendaraan,” sambungnya.
“Masalahnya begini, orang PU atau kontraktor ingin mengalirkan air hujan yang turun supaya cepat keluar dari jalan. Makanya dimiringkan ke kiri. Padahal yang penting itu keselamatan orang. Nah airnya itu rekayasa teknik sipil harus bisa mengatasinya, diberikan parit di tengah median menyebrang ke jalur di sebrangnya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Jembatan Siak IV atau Jembatan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah baru saja bisa digunakan pengendara pada hari Senin 18 Maret 2019. Padahal jembatan ini sudah diresmikan sejak tanggal 14 Februari 2019 lalu oleh Gubernur Riau saat itu, Wan Thamrin. (bpc3)