BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengklarifikasi wacana adanya pembahasan mengenai hukum potong tangan bagi pencuri dan koruptor. Klarifikasi ini dikemukakan oleh Ketua Bidang Infokom MUI, Masduki Baidlowi.Â
Dia menegaskan MUI tidak pernah mengusulkan hukuman potong tangan masuk dalam rangkaian hukum positif. “MUI tidak pernah membahas sedikitpun wacana tersebut,†katanya, seperti dilansir dari Antara.Â
Masduki kemudian meminta kepada masyarakat tidak terpancing bermacam pernyataan terkait wacana potong tangan itu. Hukum positif di Indonesia, punya tingkatan kerumitan jika ingin diubah, termasuk jika ada bagian yang ingin ditambah dan/atau dikurangi produknya.
Sebelumnya, wacara mengkaji hukum potong tangan bagi koruptor ini dilontarkan oleh Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnain dia mengatakan MUI menyerukan hukuman potong tangan bagi koruptor, sebab koruptor sama saja dengan pencuri dan hukuman ini sesuai dengan syariat Islam.
“Kami akan ajukan hasil kajiannya ke pemerintah usai Pilpres 2019 nanti,” kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Tengku Zulkarnain, Selasa, 1 Januari 2019.
Dilansir dari republika.co.id, Zulkarnain mengatakan MUI tengah siapkan aturan hukum bagi pencuri dan koruptor ini. Setelah selesai dibahas dengan rekan-rekan ulama, kajian soal aturan potong tangan ini akan segera diserahkan. Artinya para pencuri dan koruptor ini tidak perlu lagi dipenjara.
MUI sengaja melakukan upaya untuk membantu pemerintah dengan membuat semacam kajian hukuman bagi koruptor dan pencuri ini mengingat anggaran besar yang harus dikeluarkan pemerintah hanya untuk memberi makan para koruptor di dalam penjara. Setidaknya Rp4 miliar dana harus dikeluarkan untuk itu di tahanan dan di Lapas. Jadi total sekira Rp15 triliun untuk ransum tanahan termasuk koruptor.
Gagasan ini menarik sebab di negara-negara maju hukuman untuk pelaku koruptor jauh lebih berat dari pada potong tangan. Misalnya saja di Cina dan Jepang, yang memberlakukan hukuman mati kepada pejabat yang terbukti melakukan tindakan korupsi dan merugikan negara.
“Rp15 triliun dana yang harus dikeluarkan pemerintah hanya untuk memberi makan maling. Ini sangat riskan,” ungkap Zulkarnain. (bpc3)