BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Selama bulan Ramadhan, khususnya di 10 malam terakhir Ramadhan, banyak orang yang melakukan i’tiqaf. Namun, apakah i’tiqaf itu?
Â
Menurut Ketua Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru, Ustaz Akbarizan, i’tiqaf pada dasarnya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW sendiri telah mencontohkan untuk beri’tiqaf.
Â
“Walau sebenarnya i’tiqaf itu tidak hanya dilakukan dalam bulan Ramadhan. Namun, jika dilakukan di bulan Ramadhan, tentu lebih afdhal lagi. Apalagi kita bertujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar,” jelas Ustaz Akbarizan kepada bertuahpos.com, Minggu 3 Juni 2018.
Â
Untuk mendapatkan malam lailatul qadar itu, lanjut Ustaz Akbarizan, maka i’tiqaf dilakukan di waktu yang menurut Rasulullah lailatul qadar itu ada. Kalau bisa, beri’tiqaflah selama malam bulan Ramadhan.
Â
“Kalau tidak bisa dilakukan setiap malam, kata Rasulullah, lakukanlah i’tiqaf di malam-malam ganjil. Malam ke-1, malam ke-3, malam ke-5, hingga malam ke-29,” tambah dia.
Â
Jika masih tidak bisa melakukan i’tiqaf di malam-malam ganjil, maka ambillah di sepertiga terakhir malam Ramadhan, yaitu 10 malam terakhir. Artinya, mulai beri’tiqaf di malam 21, malam 22, malam 23, dan seterusnya.
Â
“Kalau masih tidak bisa juga beri’tiqaf di 10 malam terakhir, maka beri’tiqaflah di malam ganjil 10 Ramadhan terakhir itu. Beri’tiqaflah di malam 21, 23, 25, 27, dan malam 29,” papar Ustaz Akbarizan.Â
Â
“Itulah waktu-waktu kemungkinan malam lailatul qadar itu ada. Tapi kapan, Allah tidak sebutkan,” pungkasnya.
Â
“Rasulullah SAW setiap bulan Ramadhan, Nabi Muhammad SAW melakukan i’tikaf sepuluh hari. Pada tahun beliau wafat, beliau melakukan i’tikaf 20 hari” (Hadist riwayat Bukhari).
Â
“Rasulullah SAW selalu melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sampai beliau dipanggil Allah SWT (wafat). Setelah Rasulullah SAW wafat, istri-istrinya meneruskan kebiasaan i’tikaf” (Hadist riwayat Aisyah ra.)Â
Â
(bpc2)