BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Sekretaris Daerah Riau, Ahmad Hijazi mengatakan akan segera meminta data jumlah pemakaian BBM di Riau kepada BPH Migas.
“Saya sudah dikontak Ketua Komite BPH Migas, Insya Allah minggu depan saya suruh Bapenda menjemput data tersebut,” terang Ahmad Hijazi kepada bertuahpos.com, Jumat 16 Maret 2018.
Sebelumnya, Anggota Komisi V DPRD Riau, Hussaimi Hamidi menuding Pertamina tidak terbuka mengenai jumlah penggunaan BBM di Riau.
Dikatakan Hussaimi, Pertamina mengatakan jika penggunaan BBM di Riau menurun. Hal itulah yang menurut Hussaimi tidak masuk akal, dan Pertamina tidak terbuka mengenai penggunaan BBM ini di Riau
“Pertamina itu tertutup mengenai penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Riau ini. Ketika saya minta grafik pemakaian di BBM di Riau dari 2016 ke 2017, penggunaan menurun. Ini logikanya kan terbalik. Sepeda motor bertambah, mobil bertambah, macet dimana-mana, kok penggunaan minyak menurun?” tanya Hussaimi kepada bertuahpos.com, Kamis 15 Maret 2018.
Hussaimi juga mengatakan pada saat pihaknya melakukan kunjungan ke kantor Pertamina di Medan, disebutkan juga bahwa Pertamina tertutup soal penggunaan BBM. “Harusnya, Pertamina inikan terbuka,” tambahnya.
Hussaimi meminta Bapenda Riau untuk membuat data perbandingan penggunaan BBM di Riau. Data ini nantinya akan digunakan sebagai data pembanding dengan data penggunaan BBM yang dikeluarkan oleh Pertamina.
Baca:Â
Hari Ini, Pansus Penurunan Pajak Pertalite Riau Terbentuk
DPRD Riau Dukung Pajak Pertalite 0 Persen
“Saya meminta BBM itu bekerja untuk itu. Silahkan data ke semua SPBU di Riau, yang jumlahnya hanya 100-an itu, dan lihat, berapa penggunaan BBM kita di Riau,” ujar Hussaimi.
“Jangan hanya tergantung data Pertamina. Selama ini kan kita hanya tergantung kata Pertamina. 10 kata Pertamina, 10 pula kata kita. Kenapa? Karena kita tidak punya data pembandingnya,” lanjut Hussaimi.
Kondisi ini, lanjut Hussaimi akan berdampak kepada PAD yang diterima Riau. Ketika Pertamina mengatakan pertalite hanya 60 persen di lapangan, maka pemerintah tidak punya pilihan selain ikut mengiyakannya.
“Lalu, ketika pajak pertalite diturunkan misalnya 5 persen, mereka menganggap daerah akan kehilangan PAD Rp254 miliar. Dengan asumsi penggunaan pertalite 60 persen, premium 40 persen. Sementara, premium tidak ada lagi, sudah dibatasi. Inikan, ironis,” pungkasnya. (bpc2)