BERTUAHPOS.COM, JAKARTA – Kendati telah 37 tahun pasar modal diaktifkan, masih banyak perusahaan besar yang enggan masuk ke industri ini. Alhasil, belakangan lebih banyak perusahaan berskala kecil yang memanfaatkan pendanaan lewat IPO.
Tak ada yang salah, karena PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memang mengakomodasi perusahaan dengan net tangible asset minimal Rp5 miliar untuk bisa mencatatkan sahamnya di bursa.
Namun, investor publik mengeluhkan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) yang dilakukan dalam jumlah kecil. Nilai IPO yang kecil membuat saham yang ditawarkan dapat dikuasai hanya oleh beberapa pihak saat penjatahan (allotment).
“Sekarang itu kan kalau emiten IPO biasanya 30% saham. Namun, umumnya cuma 1% yang sampai ke investor publik. Karena dikuasai beberapa pihak saja, maka ada saham yang langsung naik 30%, bahkan 300% begitu IPO,†ujar Ketua Umum Masyarakat Investor Indonesia (Missi) Sanusi seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Senin (11/8/2014).
Dia menilai hal itu sangat tidak masuk akal. “Kalau harganya bisa naik setinggi itu saat baru saja IPO, masa sih pemilik perusahaan itu bodoh banget saat melakukan valuasi harga IPO.â€
Dia berharap grup usaha besar tertarik untuk melakukan IPO, sehingga pasar saham akan lebih menarik. “Kalau bisa, IPO itu jangan terlalu kecillah, jadinya tidak likuid. Dari total saham yang ada di bursa kita, yang tidak likuid itu mencapai 50%,†ujar Sanusi.
PT Musim Mas Group, perusahaan kelapa sawit terintegrasi, merupakan salah satu perusahaan besar yang belum berminat untuk menjajal pasar modal lewat IPO.
Togar Sitanggang, General Manager Musim Mas Group, menyebutkan perseroan masih dapat melakukan ekspansi tanpa harus melantai di pasar modal.
Muhammad Pintor Nasution, Kepala Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) BEI Perwakilan Medan, menyebutkan tidak mudah untuk mengajak perusahaan di daerah itu melakukan IPO, meskipun ada lebih dari 25 perusahaan yang layak untuk menjadi emiten.
Sebagian besar pemilik perusahaan belum siap membagi kepemilikan, terutama dengan masyarakat.
PERUSAHAAN KELUARGA
Direktur Utama BEI Ito Warsito menilai salah persepsi para pemilik perusahaan yang enggan IPO karena tak mau berbagi dengan investor publik.
“Go public bukan sekadar sharing. Untuk perusahaan keluarga, go public adalah sarana pembagian kekayaan setelah founding father-nya meninggal. Supaya tidak ada dispute di antara pewarisnya,†katanya.
Sementara itu, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia Hoesen menyebutkan rendahnya nilai IPO sepanjang paruh pertama tahun ini tidak menjadi permasalahan, mengingat beberapa sektor industri memang sedang mengalami perlambatan.(Bisnis.com)