Riau punya catatan kelam soal asap. Hampir seluruh sektor lumpuh, dan ekonomi daerah anjlok. Belajarlah dari pengalaman tahun 2014 lalu.
Â
BERTUAHPOS.COMÂ (BPC), PEKANBARU – Asap akibat Karhutla sudah menghantui Riau sejak awal tahun 2018 lalu. Pemprov Riau berencana awal pekan depan, status siaga Karhutla akan ditetapkan untuk memudahkan pekerjaan pencegahan dan penanganan musibah musiman ini.
Â
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau Edwar Sanger mengatakan, saat ini daerah yang sudah menetapkan status siaga Karhutla baru Inhil. Sedangkan Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti sudah berembuk untuk untuk mengikuti jejak Inhil pada hari ini. Jika Bengkalis dan Meranti menetapkan status itu, maka sudah cukup syarat bagi Pemprov Riau untuk menetapkan statu siaga Karhutla dalam skala provinsi. “Kami tunggu dulu lah hasilnya. Kan sekarang baru 1. Kalau sudah 2 baru kami bergerak untuk menetapkan status sana di tingkat Provinsi Riau. Bengkalis dan Meranti hari mereka rapat,” katanya.
Â
Tahun 2014 menjadi catatan kelam dalam sepanjang Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Riau. Asap mengepung hampir di seluruh wilayah Riau, sebab hampir semua dari 12 Kabupaten dan kota di Riau Terbakar. Di tahun itu menjadi tahun pertama dilantiknya Annas Maamun dan Arsyadjuliandi Rachman sebagai Gubernur da Wakil Gubernur Riau.Â
Â
Berdasarkan data yang berhasil dirangkum dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau. Tahun 2014 menyumbang luasan lahan terbanyak yang hangus terbakar sepanjang kurun waktu empat tahun terakhir, yakni seluas 22.037 hektar.
Â
Ekonomi Riau anjlok. Total kerugian diperkirakan hingga Rp 20 triliun, dihitung dari besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau karena bencana asap telah mengganggu aktivitas perputaran ekonomi dan uang sekitar 30%. Catatan Bank Indonesia, dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah, kinerja ekonomi Riau pada tahun 2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013.Â
Â
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada tahun 2014 mencapai 2,62% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebesar 2,49% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau secara triwulanan pada triwulan IV 2014 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan III 2014, yaitu dari 2,67% (yoy) menjadi 1,05% (yoy).Â
Â
Tahun 2015, BPBD Riau mencatat asap kembali lagi meski jumlah luasan lahan terbakar di Riau menurun menjadi 5.595,5 hektar dari 22.037 hektar di tahun 2014. Sialnya, hampir seluruh wilayah di Indonesia terbakar bahkan hingga Papua. Sejak itu Karhutla menjadi isu sentral di bahas dikancah nasional hingga internasional.Â
Â
“Provinsi tetangga kita juga mengalami musibah sama. Karena Riau berada di wilayah pembelokan arah angin, makanya asap banyak menumpuk di kita,” kata Kepala BPBD Riau Edwar Sanger kepada bertuahpos.com.
Â
Gejolak sosial mencuat. Semua sektor terdampak, terutama ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Asap 2015 menimbulkan korban meninggal dunia. Dalam catatan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) ada lima korban meninggal dunia dan 97 ribu jiwa terdampak ISPA. Diperkirakan kerugian ekonimi mencapai Rp 221 triliun.
Â
Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mencatat, ada 5 warga Riau meninggal terpapar polusi asap 2015, anggota TNI Pratu Wahyudi meninggal saat memadamkan api di atas lahan gambut, tahun 2016. Dan 97 ribu warga Riau terkena ISPA polusi asap 2015
Â
Tahun 2016 BPBD Riau mencatat terjadi penurunan signifikan luasan lahan di Riau yang terbakar. Dari total 5.595,5 hektar tahun 2015, turun menjadi 2.348,65 hektar. “Bisa dilihat semua kan, asap 2016 tidak lagi sepakat 2014 dan 2015,” kata Edwar.Â
Â
Di tahun ini 2017 Pemprov Riau mengambil langkah cepat dengan segera menetapkan status siaga Karhutla menjelaskan pertengahan tahun. Tim Satgas Karhutla yang dibentuk berjibaku turun ke lahan terbakar untuk melakukan pencegahan dan pemadaman api. Ada maklumat muncul. Ada regulasi dan aturan. Ada sanksi yang diberikan baik perorangan maupun perusahaan. Ada intervensi kuat kepada semua pihak, sehingga Karhutla kian terkendali.Â
Â
Barulah di Tahun 2017, upaya penekanan luasan halan yang terbakar mulai membuahkan hasil meski alam masih belum bersahabat. Cuaca panas di Riau begitu mengkhawatirkan semua pihak soal asap dan Karhutla. Sepanjang Januari hingga Oktober 2017 BPBD Riau mencatat ada seluas 1.326,27 hektar lahan yang terbakar.
Â
Â
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Riau berharap pemerintah masih konsisten untuk tangani masalah Karhutla agar tidak berdampak asap di Provinsi Riau. Sebab itu sangat menakutkan bagi dunai usaha.
Â
“Kami meyakini semuanya sudah diantisipasi oleh Pemprov Riau melalui BPBD di bawah pimpinan Pak Edward Sanger. Selama ini dia telah berkoordinasi dengan perusahaan dan bekerjasama dengan pihak swasta,” kata  Ketua Apindo Riau Wijatmoko Rahtrisno, kepada bertuahpos.com, Sabtu (17/2/2018) di Pekanbaru.
Â
Wijatmoko Rahtrisno menambahkan, pelaku usaha di Riau sudah mengetahui kondisi perusahaan mereka jika asap melanda. Seperti di tahun 2015 lalu, itu sebuah peristiwa yang menakutkan dan sangat buruk bagi dunia usaha di Riau. “Tentu saja jika terulang kembali akan sangat mengganggu produksi baik hasil perkebunan maupun industri manufaktur,” tambahnya.
Â
Oleh sebab itu, kata Wijatmoko Rahtrisno, dunia usaha berharap kinerja tahun lalu tidak berkurang bahkan harus lebih waspada dalam penanganan masalag Karhutla, sebab dalam minggu-minggu kedepan belum tentu hujan akam turun. “Sebaliknya kami menghimbau agar semua perusahaan baik member Apindo atau belum member untuk waspada dan tidak membakar lahan,” katanya.
Â
ASITA Riau ingin pemerintah bergerak cepat terhadap ancaman Karhutla. Sebab masalah ini akan sangat berdampak terhadap sektor pariwisata dan tingkat kunjungan wisatawan ke Riau. Ujuk-ujuk bisnis biro jasa perjalanan dan travelling bukan untung, malah merugi.
Â
Demikian disampaikan oleh Ketua ASITA Riau Dede Firmansyah saat dihubungi bertuahpos.com, Kamis (15/2/2018) di Pekanbaru. “Cukuplah tahun 2015 menjadi pengalaman buruk bagi Riau karena Karhutla, sehingga Riau ditutupi kabut asap tebal,” katanya.
Â
Dede menyebut, sikap pemerintah pusat menekan daerah dalam penanganan Karhutla sebaiknya tidak hanya wacana tapi perlu direalisasikan segera. Sementara Pemprov Riau, sebagai perpanjangan tangan pemerintahan juga harus aktif untuk melakukan pencegahan dan penanganan, agar lahan terbakar tidak meluas.
Â
Dia menambahkan, dampaknya luar biasa. Hampir semua sektor terkena dampak dan mengancam memperingati kindisi perekonomian daerah. Misalnya saja bisnis dalam bidang biro jasa perjalanan dan travelling.
Â
Lanjut Dede, dengan kondisi asap tebal, membuat lumpuh penerbangan. Otomatis wisata tak bisa masuk ke Riau, dan sektor pariwisata tidak bergerak. Dampak lain akan mematikan bisnis lain seperti hotel, UMKM, bahkan perekonomian masyarakat di sekitar.
Â
“Itu hanya satu contoh kecil menjadi korban asap karena Karhutla. Kalau dikaji ke sektor lain kerugiannya luar biasa. Saya rasa semua sudah merasakan dampak asap, dan jangan sampai masalah ini terulang lembali,” katanya.
Â
Dia menambahkan, tim Satgas yang sudah dibentuk diharapkan bisa bekerja maksimal untuk turun secara berkala memantau daerah potensi Karhutla. Dan upaya seperti ini harus dilakukan secara berkala. “Saya yakin kalau semua bekerja di bidang masing-masing dalam penanganan Karhutla, masalah asap untuk tahun ini bisa teratasi,” sambungnya.
Â
Sepanjang 2017 ini hanya tiga wilayah di Riau yang menyumbang besar terhadap luasan lahan terbakar. Ketiga wilayah itu yakni, Inhu dengan luasan 453 hektar, Rohil 384 hektar luas lahan terbakar, dan Kepulauan Meranti dengan 236 hektar luas lahan terbakar.Â
Â
“Awal tahun 2018, perkiraan sekitar 200 hekter. Tapi data itu masih direkap oleh kabupaten dan kota. Saya yakin semua berharap kondisi Riau tidak seperti tahun 2014 dan 2015. Sudah cukup kita merasakan kondisi itu. Pembenahan ini bukan hanya dari Pemprov Riau, tapi semua elemen termasuk TNI – Polri, bahkan masyarakat ikut berbenah dan sadar. Mengubur bencana asap dan Karhutla merupakan tujuan semua orang,” kata Edwar Sanger. (bpc3)