BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Pengadilan Negeri Bangkinang, Kampar, sudah beberapa kali gagal melakukan eksekusi di lahan PTP Nusantara V, dengan alasan belum siapnya aparat keamanan dalam mengamankan jalannya eksekusi. Direncanakan eksekusi akan dilakukan pada 8 Februari 2018.
Sementara pihak PTPN V sudah menyatakan akan mengerahkan 12 ribu karyawannya untuk menghadang eksekusi tersebut. Sengketa lahan bermula lahan kebun sawit milik negara itu berdiri di kawasan hutan yang diperuntukkan hutan tanaman industri bukan perkebunan sawit.
Tuntutan dilayangkan LSM Riau Madani atas kebun sawit yang menyalahi izin tersebut. Di PN Bangkinang pihak Riau Madani menang. Upaya banding di Pengadilan Tinggi (PT) Riau yang dilakukan PTPN tetap kalah. Upaya kasasi pun, MA tetap memenangkan Riau Madani. Pengajuan Kembali (PK) yang dilakukan perusahaan negara itu juga ditolak. Karena sudah berkekuatan hukum tetap, maka pengadilan akan mengeksekusi lahan tersebut.Â
Menyikapi kondisi ini, pengamat hukum dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru, Dr Yusuf Daeang menyatakan, jika ada pihak yang menghalangi eksekusi tersebut, maka hal itu akan menimbulkan pidana baru.
“Setiap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak boleh dihalang-halangi untuk dilakukan eksekusi. Kalau ada penghalangan, itu adalah pidana. Artinya akan menimbulkan pidana baru atas penghalangan itu,” kata pengamat hukum dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru, Dr Yusuf Daeang kepada detikcom, Kamis (1/2/2018).
Dalam persoalan hukum, kata Yusuf, yang dibenarkan adalah melakukan perlawanan hukum ke pengadilan. Dipersilahkan argumentasi hukumnya dengan alasan-alasan tertentu yang bisa dikatagorikan alasan hukum.
“Kalau menghalangi eksekusi, itu jelas menimbulkan pidana baru. Melawan petugas, atau merusak, menghina, fitnah itu jelas akan menimpulkan pidana baru,” kata Yusuf.
Menurut Yusuf, apapun keputusannya semua pihak harus menghormatinya. Yusuf mengakui eksekusi di lahan kebun sawit 2.823 hektare tidak dipungkiri ada dampak kehilangan ekonomi.
“Tapi dalam hukum tidak boleh diukur ekonomi,” kata Yusuf.
Yusuf memberikan perumpamaan dalam kasus tindak pidana korupsi. Dalam mengejar pelaku korupsi menimbulkan biaya yang cukup besar. Dari biaya penyelidikan, penyidikan, penangkapan, proses sidang, sampai putusan dan menjalani hukuman. Terpidana juga diberikan makan selama menjalani masa hukuman. Semua itu menimbulkan ekonomi yang tidak sedikit.
“Bisa jadi biaya yang dikeluarkan untuk menangkap pelaku koruptor cukup besar, sedangkan biaya yang diselamatkan dari kasus itu mungkin sangat sedikit. Tapi dalam hukum kan tidak bisa diukur dari segi ekonomi. Karena dalam hal hukum, kita mencari kepastian hukum,” kata Yusuf.
Karena itu kata Yusuf, secara hukum eksekusi wajib dilaksanakan pihak Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang.
“Untuk kepastian hukum, eksekusi wajib dilaksanakan. Kalau mau melakukan perlawanan, silahkan melakukan perlawanan hukum, bukan perlawanan fisik dari pihak yang kalah. Kalau eksekusi dihalangi itu menimbulkan pidana baru,” tegas Yusuf. ***