BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (Gapki) Riau menaruh harapan besar terhadap Kebijakan Satu Peta (KSP), sebagai solusi permasalahan konflik atas sawit selama ini.Â
Kebijakan Satu Peta Nasional atau lebih sering disebut One Map Policy adalah kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam hal informasi geospasial.
Kebijakan ini pertama kali dijalankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2010 dan masih berlanjut sampai saat ini dimasa PresidenJoko Widodo saat ini (2016).Â
Koordinator utama kebijakan ini yaitu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Badan Informasi Geospasial sebagai Ketua Pelaksana.
Ketua Gapki Riau Saut Parlaungan Sihimbing menyebut, memang butuh konsep jelas untuk mewujudkan hal tersebut, dan itu harus. Karena berkaitan dengan banyak kelompok masyarakat maupun industri kelapa sawit.Â
Soal KSP masuk dalam rencana aksi nasional, yang dibagi dalam 4 bagian penting. Pertama, akan mempu memberikan dampak pada peningkatan kapasitas pekebun, kedua, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, ketiga, soal tata kelola dan mediasi konflik. Keempat, implementasi ISPO dan akses pasar.Â
“Poin pentingnya ada pada bagian ketiga, yakni soal tata kelola dan mediasi konflik,” katanya. “Ini bertujuan untuk menyelesaikan konflik lahan, realisasi pembangunan kebun kelapa sawit masyarakat, dan percepatan penyelesaian konflik lahan,” sambungnya.Â
Dia melihat, selama ini adanya peta yang tidak sama menjadi pemicu besar konflik lahan hampir disetiap daerah, termasuk di Riau. Karena ada banyak lahan yang tampang tindih.Â
Jika KSP dilaksanakan maka semua akan merujuk pada acuan ini untuk memberikan kepastian hukum, untuk pengelolaan kebun yang berkelanjutan.Â
“Tujuan utamanya, ya untuk menyelesaikan konflik lahan terkait perkebunan kelapa sawit. Implementasi untuk kebijakan itu adalah Badan Informasi Geospasial (BIG) sendiri, dengan didukung oleh Kemendagri, Kementan, KLHK, Kemen ATR/BPN dan Pemda Terkai,” sambungnya.Â
Setelah itu, kata Saut, ukuran keberhasilan bisa dilihat dari tersedianya 1 peta di 18 provinsi sentra kelapa sawit, tersedianya fasilitator pemetaan partisipatif, berkurang konflik lahan 10% di wilayah perkebunan kelapa sawit per tahun, dalam jangka waktu 2018 hingga 2023. (bpc3)