BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Berawal dari titik terendah, Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH., MCL, menceritakan perjalanan hidupnya untuk mencapai kesuksesan seperti yang ia peroleh sekarang.
Lahir di Pekanbaru tepatnya 54 tahun yang lalu pada tanggal 24 November, Syafrinaldi, merupakan 10 bersaudara yang berasal dari keluarga yang berkehidupan seadanya. Syafrinaldi berasal dari seorang ayah yang bekerja sebagai seorang sopir, dan ibu yang bekerja di Kantor Gubernur Riau dengan jabatan pegawai golongan 1.
Syafrinaldi menceritaan, dirinya lahir dan dibesarkan bersama 10 saudaranya di satu rumah yang sederhana, tepatnya di Jalan Amad Dahlan No.26 Pekanbaru. Sejak Taman Kanank-kanak (TK), Syafrinaldi kecil selalu diantarkan oleh orang tuanya dengan berboncengkan sepeda menuju TK nya, yang berjarak kurang lebih 1 kilometer dari rumah sederhana milik orang tuanya.
“Saya Tknya di TK Aisyah, dekat gereja di Sukajadi juga, saya TK 2 tahun, gak tahu kenapa orang tua bikin gitu, mungkin masuknya teralu cepat,†ujar Syafrinaldi sambil mengenang perjuangan orang tuanya sewaktu ia TK.
Tahun 1971, Syafrinaldi kecil mulai mencicipi bangku Sekolah Dasar (SD). Tepatnya di SDN 24 Peing Pekanbaru Jalan Cempaka. Syafrinaldi kecil sudah terbiasa hiup mandiri dengan berjalan kaki menuju sekolah, baik pergi maupun pulang. “Dari rumah jalan kaki ramai-ramai, pergi pulang, ya takut gak ada, dulu kan gak ada kriminal seperti sekarang,†tuturnya.
Tahun 1977, Syafrinaldi yang mulai tumbuh besar, melanjutkan pendidikannya ke bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tepatnya di SMPN 7 Pekanbaru, di Umban Sari Jalan Lokomotiv, Pekanbaru. Terbiasa mandiri sejak SD, jarak SMP nya yang cukup jauh dari rumah tidak menjadi alasan Syafrinaldi kecil bermalasan menuju SMPnya. Setiap harinya, pukul 06.30 WIB, Syafrinaldi sudah berangkat dari rumahnya dengan menggunakan sepeda.
“Saya ingat dulu ke SMP naik sepeda, jumpa sama teman-teman di jalan ramai-ramai ke Umban Sari,†ujarnya sambil tersenyum.
Tiga tahun berselang, 1980, Syafrinaldi beranjak dewasa dan melanjutkan pendidikannya di SMAN 2 Pekanbaru, Jalan Budi Utomo Pekanbaru. Posisi sekolah yang dekat, Syafrinaldi tidak malu berjalan kaki dari rumahnya.
“Karena lumayan dekat, jalan kaki tinggal motong gang aja,†tuturnya.
Masuk Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan lulus SMA, Syafrinaldi dewasa bercita-cita igin menjadi seorang dokter. Namun takdirnya berkata lain, di tahun 1983, Syafrinaldi yang mengikuti tes perguruan tinggi negeri, justru lulus di jurusan hukum, Universitas Andalas (Unand) Padang.
“Saat itu saya tes PTN pilih 2 jurusan IPA (kedokteran dan pertanian), dan 2 jurusan IPS (hukum dan ekonomi). Mau jadi dokter tapi gak lulus. Lulusnya di hukum. Ranking 27 dari 250 mahasiswa hukum Unand yang diterima. Saat itu saya langsung bertanya sama orang terdekat terutama orang tua. Alhamdulillah semua mendukung, berangkatlah saya kuliah ke Padang,†terangnya.
Sadar berasal dari keluarga yang seadanya, Syafrinaldi yang semakin dewasa berkuliah sungguh-sungguh, hingga akhirnya lulus dengan waktu 4 tahun.
“Lalui saja masa kuliah di hukum dengan serius, 4 tahun tamat, gak ada saudara disana, kos disana, di Padang mandiri, keyakinan diri sendiri saja,†kenangnya masa itu.
Lulus dan tamat S1 di tahun 1988, Syafrinaldi yang memutuskan untuk kembali pulang ke daerah asalnya Pekanbaru, langsung diberikan cobaan berat oleh Tuhan YME. Usai S1, orang tua (Ayah) Syarinaldi meninggal dunia.
Namun hal in tidak membuatnya rapuh dan terlarut dalam kesedihan. Meskipun cita-cita ke duanya menjadi diploma dengan bekerja di Kementrian Luar Negeri harus dikuburnya dalam-dalam karena keterbatasan biaya untuk pergi tes ke Jakarta, Syafrinaldi dewasa tetap berjuang menuju kesuksesan. Meskipun lulusan S1 Hukum Unand, Syafrinaldi tidak malu untuk bekerja sebagai sales marketing iklan di awal kelulusannya.
“Mau jadi diploma kerja di Kementrian Luar Negeri akhirnya dikubur impian. Tes ke Jakarta, dana lagi, ya gak mungkin. Akhirnya saya jadi marketing salah satu perusahaan iklan. Door to door kurang lebih 2 bulan, gaji gak ada saat itu,†terangnya mengingat awal kerja kerasnya yang berpikir tidak mau menganggur.
Dua bulan berselang di tahun 1988, Syafrinaldi berjodoh dengan Universitas Islam Riau (UIR). Posisinya sebagai sales marketing, sambil berusan dengan petinggi UIR saat itu, Syafrinaldi menanyakan apakah ada posisi dosen saat itu. Bak gayung bersambut, Syafrinaldi akhirnya diterima sebagai dosen di Fakultas Hukum UIR pada tahun itu juga.
“Sambil berusuan petinggi UIR, nanyalah ada gak peluang jadi dosen? Saat itu langssung ditanya, Anda darimana? Jurusan? Bahasa inggris gimana? Yauda disuruh masukin lamaran. Alhamdulillah langsung ditermima. SK pertama saya di tanggal 1 Agustus 1988. Ini namanya jodoh dipertemukan Tuhan, 29 tahun lebih hingga sekarang,†ujarnya dengan tetap rendah hati.
Terus menitih karir, bekerja semaksimal mungkin, Syafrinaldi akhirnya bisa seperti sekarang. Seorang Rektor, jabatan yang selama ini tidak terpikirkan olehnya.
Hingga kini telah banyak penghargaan yang Syafrinaldi peroleh. Salah satunya ialah Satya Lencana Karya Satya dari Presiden RI, di tahun 2017 tepatnya 2 Mei 2017.
Selain itu, hingga kini Syafrinaldi telah menuliskan setidaknya 14 judul buku di tengah kesibukannya.
Syafrinaldi juga telah menyelesaikan S2 dan S3 nya. Tepatnya S2 di Delhi University, India tahun 1993, dan S3 di Universitaet der Bundeswehr Muenchen, Jerman pada tahun 2000.
“Bekerja semaksimal mungkin, tanpa salah, berusaha, jangan sampai ada pelanggaran, gak mengharapkan jabatan apa-apa, berkaca pada diri sendiri ya tahu diri, hidup seadanya tapi tidak menjadi alasan tidak sukses, belajar aja,†pesan Syafrinaldi di akhir pertemuannya dengan bertuahpos.com saat menceritakan pengalaman hidupnya. (bpc9)